Sabtu, 11 Juni 2016

makalah agama islam 2



MAKALAH AGAMA ISLAM

DISUSUN OLEH
PRAMADYA ERLANGGA
2014-12-218

FAKULTAS EKONOMI
AGAMA ISLAM SESI 21


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 2
1.      Latar Belakang........................................................................................ 2
2.      Tujuan...................................................................................................... 3
3.      Rumusan masalah.................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
1.      Pengertian akhlak.................................................................................... 4
2.      Akhlak dalam bisnis................................................................................ 7
3.      Tujuan makro dan mikro......................................................................... 8
4.      Akhlak dalam produksi......................................................................... 13
5.      Ahklak dalam konsumsi........................................................................ 13
6.      Distribusi dalam islam........................................................................... 16
7.      Langkah-langkah sukses dalam berbisnis menurut islam...................... 19
BAB III
1.      Kesimpulan............................................................................................ 20
2.      Saran...................................................................................................... 20
DAFTAR ISI.................................................................................................... 21







BAB 1
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Urgensi bisnis tidak bisa dipandang sebelah mata. Bisnis selalu memegang peranan vital didalam kehidupan sosial dan ekonomi manusia sepanjang masa. Keterlibatan muslim didalam dunia bisnis bukanlah merupakan suatu fenomena baru. Kenyataan tersebut telah berlangsung sejak lama. Hal tersebut tidaklah mengejutkan karena islam menganjurkan umatnya untuk melakukan kegiatan bisnis.
Muslim dewasa ini menghadapi suatu masalah yang sangat dilematis meskipun berpartisi aktif dalam dunia bisnis, namun dalam prakteknya terdapat ketidakpastian menurut pandangan islam. Beberapa kejadian yang ada di dalam pasar merupakan contoh nyata dari beberapa permasalahan dalam bisnis, salah satunya adalah pelanggaran terhadap harga pasar, yaitu penetapan harga yang tidak wajar merupakan suatu ketidakadilan yang akan dituntut pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT. Hal ini, menunjukan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar yang benar berarti menaati peraturan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Pedagang dalam pasar seharusnya menggunakan Akhlak islam dalam berbisnis. Sebelum melangkah lebih jauh dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal terkait dengan pengertian Akhlak dalam konteks bisnis islam.





2.       Rumusan Masalah
a.        apakah pengertian akhlak dan bisnis ?
b.       Prinsip-prinsip islam dalam bisnis
c.        Komponen komponen dalam akhlak islam dalam bisnis



3.      Tujuan penulis
Tujuan dari penulis makalah antara lain :
1.      Mengetahui pengertian akhlak dalam berbisnis secara umum
2.      Memahami prinsip berbisnis dengan cara islami




















BAB II
PEMBAHASAN
1.        Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminilogi berarti tingkah laku seseorang yang didorong suatu keinginan secara sadar untuk melakukan perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata Khuluk, berasal dari bahasa arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakara dibidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mepertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasu dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang serin diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan bukanlah pencerminan dari akhlak.
Dalam encyclopedia brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistemmatisk tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah, dan sebagai tentang prinsip umum dan da[at diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.








2.      Akhlak dalam berbisnis
Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatannilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Dalam terminologi bahasa ini, pembiayaan merupakan pendanaan baik aktif maupun pasif, yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan kepada nasabah. Sedangkan bisnis merupakan aktivitas berupa jasa, perdagangan dan industri guna memaksimalkan nilai keuntungan.
Yang menjadi dasar hukum bisnis dalam islam adalah kewajiban seorang muslim dalam berusaha kita sebagai seorang muslim dituntut agar tidak mementingkan kehidupan akhirat saja, atau duniawai saja, tetapi dtengah-tengah antara keduanya,
Sebagai seorang  muslim kita tidak boleh berpangku tangan, Bermalas-malasan dan tidak mau mencari rezeki, karena setiap muslim tertanggug suatu beban terhadap orang-orang yang berada dibawahnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 233, disebutkan “kewajiban seorang ayah meberi makan dan pakaian keada mereka dengan cara yang ma’ruf” (QS. Al-Baqarah 2:233).
Tanpa usaha sungguh-sungguh dan tentunya ma’ruf maka sulitlah seorang ayah dalam mencakupi kebuhan istri dan anak-anaknya.
Untuk membangun akhlakul karimah islami dalam berbisnis, prinsip-prinsip dibawah ini haruslah menjadi pedoman dan inspirasi,
a)      Tauhid
Hal yang paling fundamental dalam ajaran Islam, dengan tauhid, manusia mengimani bahwa: “tidak ada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah SWT” dan “tidak ada pemilik langit bumi serta isinya kecuali Allah”, karena Allah adalah penciptanya sekaligus pemiliknya. Manusia hanya diberi amanah untuk memiliki sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka.
Manusia diciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu segala aktivitas manusia termasuk aktivitas dalam bisnis harus diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT, karena akan dimintai pertanggung  jawaban kelak di akhirat.
b)       Keadilan
Allah memerintahkan untuk berbuat adil (QS. 49:9, QS. 60:8) Yan dimaksud dengan adil adalah “tidak mendzalimi dan tidak dizalimi”.
c)         Kenabian
Allah mengutus Nabi Muhammad SAW. Sebagai suri tauladan manusia pada umumnya dan pelaku bisnis muslim pada khususnya, karena beliau mempunyai sifat-sifat yang pantas dicontohkan adalah:
1)      Siddiq, artinya benar atau jujur. Sifat ini harus dimiliki oleh setiap muslim dalam semua aktivitas termasuk aktivitas bisnis. Implikasi bisnis dari sifat ini adalah bahwa pelaku bisnis tidak boleh melakukan penipuan karena akan merugikan salah satu pihak.

2)      Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah ini harus dimiliki oleh pelaku bisnis agar tidak menimbulkan “negative thinking” antar anggotanya. Sifat amanah ini memainkan peran yang amat penting dalam aktivitas bisnis, karena tanpa adanya saling percaya antar anggotanya maka aktivitas bisnis ini akan hancur.

3.      Fathanah, artinya cerdas. Manusia dikaruniai akal untuk berpikir oleh karena itu, kita sebagai muslim harus memanfaatkan otak kita secara optimal dalam segala aktivitas kehidupan, termasuk dalam hal bisnis. Segala aktivitas dilakukan dengan ilmu dan kecerdasan. Para pelaku bisnis harus pintar dan cerdik agar usahanya lancar dan terhindar dari penipuan.
d.      Tabligh, artinya menyampaikan. Setiap muslim mengemban tanggung jawab da’wah yaitu menyeru, mengajak, dan member tahu. Sifat tabligh ini apabila dimiliki oleh pelaku bisnis, maka akan menjadikan suksesnya sang pelaku bisnis, karena sifat ini menelorkan prinsip-prinsip ilmu marketing, advertising, maupun ilmu-ilmu lain yang relevan dengan bisnis.

4)      Ma’ad (hasil)
Secara harfiah ma’ad berarti “kembali”. Akan tetapi, juga diartikan sebagai imbalan atau ganjaran. Implikasi bisnis dari prinsip ini adalah bahwa pelaku bisnis akan mendapat keuntungan atau profit, baik di dunia maupun diakhirat, jika diawali dengan niat ibadah
.
3.      Tujuan makro dan mikro
Kegiatan ekonomi dalm islam mempunyai dua tujuan yiatu tujuan duniawi dan tujuan ukhrowi yang diimplementasikan secara ganda dalam kegiatan. Yang dimaksud dengan tujuan duniawi alah kegiatan ekonomi sebagai upaya mepertalikan hiduo, memfasilitasi ibadah pribadi dan sosial, meningkatkan peradaban. Membekali keturunan agar memiliki keberdayaan yang lebih baik. Dalam hal tersebut tercakup duahal yang mesti dicapai
1)      tujuan makro
a)      menciptakan keadilan dan pemerataan pendapatan nasional.
b)      Mengfungsikan secara optimal pesan bait mal bagipemerataan dan perkembangan ekonomi umat dan keummatan.
c)      Mengadakan kemakmuran bagi kepentingan publik seperti, geografi, demografi, pengelolaan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya alam, pembangunan, infrasrtuktur, pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan usaha.
d)     Pengawasan mekanisme distribusi pasar, sirkulasi, dan netralitas pemerintah sebagai wasit persaingan sehat serta pemeliharaan keseimbangan umum yang sinergik dengan kaedah,( banyak mendatangkan manfaat dan menutup bahaya/risiko)
e)      Pengendalian masalah mu’amalat ( transaksi ekonomi, isnis, dan moneter)
f)       Pengarahab perilaku konsumen agar megindahkan norma-norma, nilai ekonomi dan agama, bahwa aktivitas ekonomi dan agama, bahwa aktivitas ekonomi dalam hidup ini untuk penyelenggraan kecupukan nafkah umum dan peribadi
2)      Tujuan mikro
a)      Mencukupinafkah dasar
b)      Memfasilitasi silaturahmi
c)      Menabung dan mengelola usaha agar banyak orang dipekerjakan untuk mencukupi nafkah
d)     Zakat, infaq, dan sedeqah
e)      Menunaikan haji
f)       Mewariskan harta kepada keturunan
g)      Memanfaatkan untuk bekal akherat

4.      Akhlak dalam produksi
Produksi merupakan sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Menurut Dr. Muhammad Rawwas Qalahji kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-Intaj yang secara harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewjudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsurnsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Produksi menurut Kahf mendefenisikan kegiatan produksi dalam prespektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagian di dunia dan akhirat.
Dari dua pengertian di atas produksi adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan mansia dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah Swt untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk mencapai maslahah bukan hanya menciptakan materi.
Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi  melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu. Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen  dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan  efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi  dalam batas-batas tertentu  termasuk  pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak.
a)      Prinsip-prinsip Produksi
Beberapa prinsip yang diperhatikan dalam prduksi, antara lain dikemukakan Muhammad al-Mubarak, sebagai berikut:
1)      Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela karena bertentangan dengan syariah.
2)      Di larang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kedzaliman.
3)      Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).
4)      Memelihara lingkungan
Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar  bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :
1)      Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami
2)      Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan
3)      Permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.
b)      Ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang Prinsip Produksi
Salah satu ayat tentang produksi yaitu Ayat yang berkaitan dengan faktor produksi Tanah dalam Surat As-Sajdah : 2
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?”
Ayat diatas menjelaskan tentang tanah yang  berfungsi sebagai penyerap air hujan dan akhirnya tumbuh tanaman-tanaman yang terdiri dari beragam jenis. Tanaman itu dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam, dari tanaman tersebut juga dikonsumsi oleh hewan ternak  yang pada akhirnya juga hewan ternak tersebut diambil manfaatnya (diproduksi) dengan berbgai bentuk seperti diambil dagingnya, susunya dan lain sebagaiya yang ada pada hewan ternak tersebut.
 Ayat ini juga memberikan kepada kita untuk berfikir dalam pemanfaatan sumber daya alam  dan proses terjadinya hujan. Jelas sekali menunjukkan adanya suatu siklus produksi dari proses turunnya hujan, tumbuh tanaman, menghasilkan dedunan dan buah-buahan yang segar setelah di disiram dengan air hujan dan pada akhirnya diakan oleh manusia dan hewan untuk konsumsi. Siklus rantai makanan yang berkesinambungan agaknya telah dijelskan secara baik dalam ayat ini. Tentunya puila harus disertai dengan prinsip efisiensi dalam memanfaatkan seluruh batas kemungkinan produksinya. Sedangkan di dalam hadit, salah satunya sebagai berikut:
HR Bukhari – Nabi mengatakan, “Seseorang yang mempunyai sebidang tanah harus menggarap tanahnya sendiri, dan jangan membiarkannya. Jika tidak digarap, dia harus memberikannya kepada orang lain untuk mengerjakannya. Tetapi bila kedua-duanya tidak dia lakukan – tidak digarap, tidak pula diberikan kepada orang lain untuk mengerjakannya – maka hendaknya dipelihara/dijaga sendiri. Namun kami tidak menyukai hal ini.”
Hadits tersebut memberikan penjelasn tentang pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi . Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW karena tidak bermanfaat bagi sekelilingnya. Hendaklah tanah itu digarap untuk dapat ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, penggarapan bisa dilakukan oleh si empunya tanah atau diserahkan kepada orang lain.
c)      Tujuan Produksi
Menurut Nejatullah ash-Shiddiqi, tujuan produksi sebagai berikut:
1.      Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar
2.      Pemenuhan kebtuhan keluarga
3.      Bekal untuk generasi mendatang
4.      Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.
Menurut Ibnu Khaldun dan beberapa ulama lainnya berpendapat, kebutuhan manusia dapat digologkan kepada tiga kategori, yaitu dharuriyah, hajjiyat, tahsiniyat.


d)      Faktor-faktor Produksi
1.      Tanah dan segala potensi ekonomi di anjurkan al-Qur’an untuk di olah dan tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.
2.      Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik melalui produksi.
3.      Modal, manajemen dan tekhnologi.

e)      Etika dalam Produksi
Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
1.      Peringatan Allah akan kekayaan alam.
2.      Berproduksi dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam berproduksi adalah bekerja, berusaha bahkan dalam proses yang memproduk barang dan jasa yang toyyib, termasuk dalam menentukan target yang harus dihasilkan dalam berproduksi.
3.      Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai proses menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan sumber daya alam harus bersandarkan visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi penciptaan manusia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.
4.      Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat tergantung dari nilai-nilai sikap manusia, nilai pengetahuan, dan keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi dengan ilmu dan syari’ah islam.
5.      Khalifah di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu barang saja melainkan Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
Namun secara umum etika dalam islam tentang muamalah Islam, maka tampak jelas dihadapan kita empat nilai utama, yaitu rabbaniyah, akhlak, kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.

5.    AKHLAK DALAM KONSUMSI
1.        Pengertian dan Tujuan Konsumsi dalam Islam

Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah konsumsi. Konsumsi  berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan maupun negara. konsumsi secara umum diformulasikan dengan : ”Pemakaian dan penggunaan barang – barang dan jasa, seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum, belajar/ kursus, dsb”.
Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari; akan tetapi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Namun, karena yang paling penting dan umum dikenal masyarakat luas tentang aktivitas konsumsi adalah makan dan minum, maka tidaklah mengherankan jika konsumsi sering diidentikkan dengan makan dan minum.
Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan dan minum agar bisa beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa shalat, haji, bergaul sosial dan terhindar dari perbuatan mesum (nasab).
Sebagaimana disebut di atas, banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang konsumsi, di antaranya Surat al A’raf ayat 31[13]. Ayat ini tidak saja membicarakan konsumsi makanan dan minuman, tetapi juga pakaian. Bahkan pada ayat selanjutnya (ayat 33) dibicarakan  tentang  perhiasan.


2.      Prinsip-prinsip Konsumsi
Menurut Abdul Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:
1.         Prinsip Keadilan
2.         Prinsip Kebersihan
3.         Prinsip Kesederhanaan
4.         Prinsip Kemurahan Hati
5.         Prinsip Moralitas.


3.      Etika Konsumsi

Etika konsumsi menurut Naqvi adalah sebagai berikut:
1.         Tauhid (Unity/ Kesatuan)
Karakteristik utama dan pokok dalam Islam adalah “tauhid” yang menurut Qardhawi dibagi menjadi dua kriteria, yaitu rubaniyyah gayah (tujuan) dan wijhah (sudut pandang).
Kriteria pertama menunjukkan maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran Islam adalah menjaga hubungan baik dan mencapai ridha-Nya. Sehingga pengabdian kepada Allah merupakan tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha dan kerja keras manusia dalam kehidupan yang fana ini. Kriteria kedua adalah rabbani yang masdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem). Kriteria ini merupakan suatu sistem yang ditetapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan puncak (kriteria pertama) yang bersumber al-Qur’an dan Hadits Rasul.
2.         Adil (Equilibrium/ Keadilan)
Khursid Ahmad mengatakan, kata ‘adl dapat diartikan seimbang (balance) dan setimbang (equlibrium). Atas sebab dasar itu ia menyebutkan konsep al-‘adl dalam prespektif Islam adalah keadilan Ilahi.
Salah satu manifestasi keadilan menurut al-Qur’an adalah kesejahteraan. Keadilan akan mengantarkan manusia kepada ketaqwaan, dan ketaqwaan akan menghasilkan kesejahteraan bagi manusia itu sendiri.
3.         Free Will (Kehendak Bebas)
Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Tuhan.
4.         Amanah (Responsibility/ Pertanggungjawaban)
Etika dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan perbuatan maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian prinsip tanggung jawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip kehendak bebas.
5.         Halal
Kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi salam kerangka Ekonomi Islam. Kehalalan suatu barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang ditimbulkan oleh barang tersebut.
6.         Sederhana
Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam berkomunikasi. Diantara dua cara hidup yang ekstrim antara paham materilialistis dan zuhud. Ajaran al-Qur’an menegaskan bahwa dalam berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.
6.        DISTRIBUSI DALAM ISLAM
System ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-qur’an agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Dalam system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income) adalah teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan (Ismail Yusanto). Mustafa E Nasution pun menjelaskan bahwa berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian pendapatan di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebih-lebih lagi keadaan perekonomian di negara-negara Islam.


a)        Urgensi dan Tujuan Distribusi
Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan mendukung para pedangang yangg berjaln di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah, dan membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)        Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
2)        Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada kebebasan ijab kabul dalam akad-akad.
3)        Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut.
4)        Jelas dan jauh dari perselisihan.
b)        Tujuan Distribusi dalam Ekonomi Islam
1)        Tujuan Dakwah, yakni dakwah kepada Islam dan menyatukan hati kepadanya.
2)        Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti dalam surah at-Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak karimah.
3)        Tujuan sosial, yakni memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.
4)        Tujuan Ekonomi, yakni pengembangan harta dan pembersihannya, memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.
c)         Etika Distribusi
1)        Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
2)        Transfaran, dan barangnya halal serta tidak membahayakan.
3)        Adil, dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.
4)        Tolong menolong, toleransi dan sedekah.
5)        Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
6)        Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
7)        Larangan Ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan harga.
8)        Mencari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari keuntungan yang semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan pribadi sendiri tanpa memikirkan orang lain.
9)        Distribusi kekayaan yang meluas, Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.
10)    Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.
11)    Jaminan Sosial (Takaful Ijtima’)
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara, dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Dan terdapat persamaan sepenuhnya diantara warga negara apabila kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi.
Menurut Syekh Mahmud Syaltut, bahwa jaminan sosial adalah suatu keharusan diantara keharusan-keharusan persaudaraan, bahkan suatu yang paling utama, yaitu perasaan tanggung jawab dari yang satu terhadap yang lain, dimana setiap orang turut memikul beban saudaranya, dan dipikul bebannya oleh saudaranya, dan selanjutnya ia harus bertanggung jawab terhadap dirinya dan bertanggung jawab terhadap saudaranya.
Jaminan sosial dapat memberikan standar hidup yang layak, termasuk penyediaan pangan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya kepada setiap anggota masyarakat.

7.    LANGKAH-LANGKAH SUKSES DALAM BERBISNIS
Langkah meraih sukses dalam berbisnis :
a)      Niat yang benar untuk beribadah
b)      Menentukan cita-cita dengan berfikir positif kepada allah sebagai penentu rezeki, diri sendiri dan orang lain, sehingga membantu motivasi tinggi untuk bekerja sungguh-sungguh.
c)      Menggunakan modal dengan harta halal untuk meraih keuntungan di dunia dan pahal di akhirat
d)     Kerja keras dan pintar, pantang menyerah untuk memperbaiki nasib, mengoptimalkan segala potensi akal sehat
e)      Berahklak mulia, yaitu sabar tekun ulet, adil, tepat janji, tanggung jawab, dan tawakal kepada allah SWT











BAB III
PENUTUP
1.        Kesimpulan
Setiap manusia harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu usaha untuk memperolehnya adalah dengan cara bekerja. Sedangkan salah satu usaha untuk memperolehnya adalah dengan berdagang atau bisnis.
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran islam. Bahkan rasullulah SAW sendiri pun telah menyatakan, bahwa sembilan dari sepuluh pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang.
2.        Saran
Akhlak yang baik hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa akhlak islami konsisten dengan tujuan bisnis, khusus nya dalam mencari keuntungan. Oleh karena itu, jika kita ingin selamat dunia akhirat kita harus memakai akhlak islami yang baik dalam keseluruhan aktivitas bisnis kita













Daftar Pustaka
Robert C. Colomon. 1985. Introducing philosophy : A text With reading, (Thirdh edition), new york: hacourt brace jovanovich

Musa Jawad subaiti, Akhlak kelurga muhammad SAW, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1995) Hal 27

Veithzal Rivai, Islamic Business and Economic ethic, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012) Hal 4

Muhammad, Etika Bisnis Islami, ( yogyakarta : UPP-AMP YPN, 2004), Hal 39
DR. Aminuddin MA. DRS Aliaris Wahid, MM. DR. Supandi, Pendidikan Agama Islam ( jakarta : Universita esa unggul) 2015
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Akhlak


0 komentar:

Posting Komentar