1)
Unsur Instrinsik Prosa (cerpen, novel, dan roman)
a. Tema (Tema adalah pokok persoalan yang diangkat sebagai
bingkai cerita.) Dalam karya-karya yang tebal seperti novel dan roman, di
samping terdapat tema sentral, juga terdapat sub-subtema atau sub-subpersoalan
yang terjalin sedemikian rupa sehingga membentuk tema yang lebih besar lagi.
b. Amanat
/pesan/nasinat (Pesan/amat terdapat pada
setiap penceritaan/peristiwa. Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan
penulis/pengarang kepada pembaca) Amanat biasanya nasihat yang bernilai
didik/baik yang perlu diteladani. Amanat dalam suatu karya dapat diungkapkan
dengan cara eksplisit, dan dapat pula dengan cara implisit.
c. Latar (setting).
Adalah gambaran tempat, waktu, dan suasana, serta keadaan social, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya terjadinya peristiwa-peristiwa dalam
cerita. Di mana, kapan, dalam keadaan
bagaimana, yang digunakan sebagai pijakan bagi berlangsungnya suatu
kisah/peristiwa.
d. Tokoh dan
penokohan/perwatakan,
Dalam
cerita selalu ada tokoh/pelaku yang dikisahkan, apakah si pengarang sendiri,
atau orang lain, bahkan ada juga tokoh berasal dari binatang, benda, boneka dan
sebagainya. Pelaku-pelaku atau tokoh dalam cerita pada umumnya ditampilkan
dengan ciri karakter/watak khas untuk mendukung jalannya alur penceritaan
hingga membentuk suatu konflik yang alamiah (tidak dibuat-buat)
Strategi
pengarang untuk menampilkan watak tokoh secara garis besar ada dua cara, yaitu
:
· Secara
analitis; pengarang secara langsung mendiskripsikan atau menceritakan watak
pelaku/tokohnya
· Secara dramatis; penulis menggambarkan watak pelaku
secara tidak langsung melalui dialog, atau reaksi pelaku lain terhadapnya.
Tokoh
dalam cerita dibedakan menjadi empat, yaitu : tokoh utama (temperamen baik)
disebut tokoh Protogonis. Kedua; tokoh yang melawan/menentang peran tokoh
utama, disebut tokoh Antagonis. Ketiga, tokoh pelerai (tritagonis), dan keempat
tokoh bawahan.(tokoh figuran)
e. Alur atau
Plot; (yaitu jalinan peristiwa yang
sambung-menyambung hingga membentuk kisah atau jalan cerita).
Setiap
cerita memiliki pola plot, sebagai berikut :
· Perkenalan keadaan
· Pertikaian/konflik mulai terjadi
· Konflik berkembang semakin rumit (perumitan)
· Klimaks
· Peleraian/solusi/penyelesaian
Ditinjau
dari hubungan antar peristiwa dalam alur penceritaannya, maka plot dibedakan
menjadi dua, yaitu:
· Alur erat/rapat; yaitu apabila hubungan antar
peristiwa dalam cerita memiliki hubungan yang padu dan padat sehingga tak ada
satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
· Alur longgar/renggang; yaitu : apabila hubungan
antarperistiwa dalam cerita terjalin kurang erat sehingga ada bagian-bagian
peristiwa yang dapat dihilangkan dan penghilangannya itu tidak akan mengganggu
jalannya cerita.
Pembentukan
alur dalam cerita dapat dilakukan dengan cara analitis, (pengisahan langsung)
dan dapat juga secara dramatis melalui dialog dan adegan peristiwa, hingga
terbentuklah suatu alur penceritaan.
Alur
juga dibentuk dengan urutan peristiwa secara alamiah sehingga membentuk alur
maju, dan dapat juga dengan sorot balik (flash
back), atau bahkan dengan campuran yaitu alur maju dan sorot balik
Dalam
cerita yang panjang (misalnya Novel) di samping terdapat alur utama, sering
terdapat alur-alur cabang, yang disebut digresi.
a. pengarang dalam karya ceritanya itu melibatkan diri
secara langsung atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar penceritaan
itu
Sudut
pandang dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
· Sudut pandang orang pertama
Biasanya
dalam penceritaannya tokoh jalan ceritanya dikuasi oleh si pengarangnya dengan
sebutan “saya”, “aku” atau nama pengarang langsung mmenjadi tokoh sentral dalam
penceritaannya.
· Sudut pancang orang ketiga
Biasa
seorang pengarang memilih salah satu nama untuk menjalankan alur
penceritaannya, maka biasanya tokoh dipanggil dengan nama selain nama
tokoh aku, saya, dan sebagainya, tetapi
lebih memilih nama “dia” atau nama lain yang menjadi panggilan bagi pengarang.
· Sudut pandang orang ketiga serba tahu
· Sudut pandang ini, pengarang mengetahui seluruh
tingkah-laku, pikiran, isi hati maupun apa yang dirasakan oleh para tokoh dalam
cerita itu.
2)
Unsur Ekstrinsik
Unsur
ekstrinsik, prosa berarti unsure yang membangun/pembentuk prosa tersebut dari
luar atau lingkungan luar yang mendukung terjadinya suatu cerita. Unsur luar
tersebut bisa bermacam-macam, misalnya : biografi pengarangnya, kondisi
social-budaya, kondisi politik, agama, moral, filsafat yang ada pada lingkungan
pengarang saat menuliskan cerita tersebut. Nilai-nilai yang terkandung dalam
cerita pada umumnya ditentukan melalui unsur-unsur ekstrinsik tersebut. Bisa
jadi suatu novel bertema sama, namun belum tentu nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya itu sama. Hal itu tergantung pada unsure ekstrinsik yang ditonjolkan
dalam alur ceritanya. Misalnya, dua novel yang sama-sama bertemakan
‘cinta’, namun kedua novel tersebut
menonjolkan nilai-nilai yang terkandung secara berbeda, perbedaan tersebut
dikarenakan oleh penulis/pengarang yang mempunyai pemahaman dan penghayatan
yang berbeda tentang ‘cinta’, situasi social, agama, dan latar belakang
pengarang yang berbeda dalam memandang suatu persoalan.
- MENGANALISIS PROSA
Karya
yang berbentuk, cerpen, novel, roman, termasuk
jenis karya sastra prosa. Prosa dikatakan baik, jika memenuhi beberapa
persyaratan antara lain, unsur instriksi dan ekstrinsik, mengandung nilai dan
dikemukakan dengan bahasa yang indah. Nilai-nilai yang terkandung di dalam
karya sastra antara lain nilai moral, agama, social, budaya, dan sebagainya.
Walaupun
merupakan cerita rekaan, prosa tetap memiliki kebenaran (kebenaran imajinatif),
karena karya prosa ditulis berdasarkan logika, pengalaman, dan pengamatan sang
pujangga/pengarang. Oleh karena itu, cerita rekaan tidak jauh dari kenyataan
(realistis).
Bentuk-bentuk
prosa tersebut :
- Cerpen
Cerpen
merupakan singkatan dari cerita pendek. Namun perlu diketahui, bahwa tidak
setiap cerita yang pendek itu termasuk cerpen.
Karakteristik/cirri-ciri
cerpen adalah : ^ ceritanya melukiskan
suatu insiden yang unik, yang tidak terjadi di tempat lain, waktu lain, dan
dengan orang lain, dan tidak dapat diulang. ^ Cerpen berisi hal-hal yang tidak
rutin terjadi setiap hari, misalnya : tentang suatu perkenalan, jatuh cinta,
atau suatu hal yang sulit untuk dilupakan. ^ Bersifat imajinatif.
- Novel
Novel
berasal dari bahasa Italia, ‘novella.’
Novel
juga seperti halnya cerita pada cerpen, namun pada novel biasanya diakhiri
dengan perubahan nasib (ending) pelakunya.
Akhir
cerita nasib pelakunya bahagia disebut ‘heppyending’
Sebaliknya
jika cerita diakhiri nasib pelakunya tidak bahagia/sengsara disebut
‘sedending’.
- Roman
Istilah
roman berasal dari bahasa Perancis.
Roman mengisahkan kehidupan pelaku dari lahir sampai meninggal. Roman
lebih panjang daripada novel.
Memahami Teks Seni Berbahasa
Untuk
memahami suatu karya dengan baik, kadang-kadang dibutuhkan pengenalan terhadap
factor-faktor ekstrinsik, seperti latar belakang kehiduppan
penciptanya/pengarangnya, (misalnya, pendidikannya, pengalamannya, agamanya,
haluan politiknya, ideologinya, pandangan hidupnya dan lain-lain). Di samping itu juga dipengaruhi oleh keadaan
social-ekonomi-budaya-politik, dan pada zaman/masa penciptaannya. Sebaliknya,
tidak tertutup kemungkinan bahwa dengan memahami suatu karya kita akan mengenal
agama penulis, pandangan-pandangan atau sikap hidup penulis terhadap suatu
persoalan, keadaan social-budaya atau tradisi masyarakat yang sesungguhnya pada
masa penciptaan/diciptakan dan sebagainya.
Kenyataan
menunjukkan bahwa suatu karya tidak dapas lepas sama sekali dari factor-faktor
ekstrinsik tersebut. Karya yang
mengambil latar (setting) zaman kerajaan tentu harus mendiskripsikan dengan
tepat social-budaya-teknologi pada zamannya tersebut. Misalnya : kendaraan yang
digunakan tentu saja kuda atau kereta, dan bukan bus, atau pesawat, demikian
pula senjata yang digunakan juga menggambarkan zaman itu, misalnya : keris,
golok, atau panah, dan bukan senapan mesin, bom TNT, nuklir dan sebagainya.
Musiknya pun juga harus menggambarkan zaman itu, misalnya gamelan, bukan jaz,
rok, atau dangdut. Dengan demikian tidak akan terjadi adanya ANAKRONISME (pertentangan/ketidaksesuaian) antara
keadaan zaman dengan latar ceritanya.
Faktor
ekstrinsik yang kadang-kadang juga berpengaruh terhadap suatu karya ialah karya
lain. Tidak jarang suatu karya memiliki hubungan, atau tautan dengan karya
lain, bahkan beberapa kemiripan/kesamaan dengan karya lain. Hal ini disebut dengan
istilah INTERTEKSTUALITAS. Hal semacam ini bisa terjadi antara karya seorang
pengarang dengan karya orang lain, dan dapat juga antara karya satu dengan
karya lain dari seorang pengarang. Misalnya :
Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”
dan “Hampa” karya Chairil anwar menunjukkan adanya tautan peristiwa,
yakni kegagalan penyair untuk menggapai
cintanya ‘Sri Ayati’.
Untuk mengetahui lebih jelas
dalam mengapresiasi suatu karya, maka berikut ini dapat digunakan untuk
memberikan penilaian suatu karya, utamanya yang berbentuk fiksi.
Contoh kerangka membuat
Resensi
I.
Pendahuluan :
- Judul : (judul cerpen/novel)
- Pengarang : (nama pengarang/penulis)
- Penerbit : (nama penerbit buku cerpen/novel)
- Tahun terbit : …..
- Tebal buku : (jumlah halaman buku cerpen/novel)
- Pelaku : (nama-nama tokoh/pemeran dalam cerita)
- Sinopsis : (ringkasan cerita/alur penceritaannya)
II.
Isi :
- Tema, apa yang diangkat dalam prosa tersebut; apakah tema rumah tangga, cinta, perjuangan, harta warisan, atau tema apa saja yang terdapat dalam cerita pada cerpen/novel yang diresensikan tersebut. Adakah kaitannya dengan sejarah, atau peristiwa nyata, khayal atau realistis.
- Nasihat/pesan apay yang sebenarnya hendak disampaikan kepada pembaca melalui tema tersebut, falsafah/nilai-nilai apa yang bisa dipetik, apakah nilai relegius, nilai budaya, nilai moral, nilai patriotism, dan sebagainya.
- Bagaimana jalan ceritanya, menggunakan alur maju atau flash back; bagaiman alur cabang/degresinya, mengganggu alur utama atau tidak; masuk akalkah uruut-urutan kejadiannya, atau ada yang tidak masuk akal; adakah kejadian yang terlalu mengada-ada, adakah peristiwa-peristiwa mengejutkan, apakah selalu menimbulkan keingintahuan untuk kelanjutan ceritanya, konfliknya seru/tidak, penyelesaiannya masuk akal/tidak, berakhir ceritanya (sending) heppy atau sad ending.
- Berhasil/tidak pengarang menampilkan berbagai macam watak pelaku seperti bijaksana, sabar, licik, jahat, pemarah, pemurung, dan sebagainya. Bagaimana cara-cara/teknik, menunjukkan watak tokoh, apakah dengan dialog, deskripsi langsung, monolog, tanggapan antartokoh dan lain-lain. Watak para pelaku konsisten atau tidak, adakah perubahan watak yang tidak beralasan.
- Di mana pengarang menempatkan dirinya, apakah pengarang masuk sebagai pelaku, atau hanya menceritakan orang lain, atau apakah pengarang masuk kea lam pikiran/perasaan ke dalam para pelaku (serba tahu), atau sebagai orang yang berada di luar cerita saja.
- Setting/latar, daerah/tempat/waktu/ruang/keadaan yang mana menjadi pengisahan dalam cerita (di mana, kapan, keadaannya bagaimana cerita itu terjadi) Untuk memberikan penilaian pada unsur ini persoalan kecocokan/ketidakcocokan antara zaman dengan isi ceritanya (anakkronisme). Termasuk situasinya/suasananya apakah riang, sedih, tegang, santai, kecewa atau berbagai persoalan silih berganti , mampukah membawa pembacanya tenggelam dalam perasaannya.
- Bagaiman corak pemakaian bahasanya dalam cerita tersebut, baku, kaku, serius, gaul, puitis, atau corak bahasa daerah tertentu.
Semua
aspek yang berkaitan dengan unsur-unsur tersebut di atas lebih lengkap dan baik
jika diungkapkan secara tepat dan menyeluruh. Penulis resensi jendaknya
memahami semua unsur yang terdapat di dalam cerita tersebut.
III.
Kesimpulan :
Bagaimana penilai secara umum
terhadap suatu karya tersebut, baik atau tidak/keunggulan atau ada kekurangan,
tunjukkan keistimewaannya karya tersebut, atau tunjukkan kekurangannya,
perlunya buku itu dibaca atau tidak.
Dalam memberikan ppenilaian
terhadap suatu karya, tidak harus menyebutkan semua unsur instrinsiknya, tetapi
dapat dilakukan dengan mengulas beberapa unsur saja yang dipandang paling
menarik, untuk disampaikan atau kejelaskan.
Membaca Teks Sastra
Pembahasan tentang karya
sastra tidak asing lagi bagi kalian, baik itu cerpen, novel, maupun drama.
Dalam suatu karya sastra terkandung pesan yang bermanfaat bagi pembacanya.
Pesan tersebut dapat disampaikan secara tersurat atau tersirat.
- Membaca Teks Sastra
Berikut
ini disajikan suatu teks sastra. Teks tersebut berupa cerpen yang dikutip dari Kompas, 9 Januari 2005. Coba Anda baca teks tersebut di bawah ini.
ITA, SI GADIS BUKU LOAK
Oleh Nigar Pandrianto
Siang itu Ita bergegas menuju kios buku
dan majalah bekas yang ada di pojokan Jalan Mawar. Di sana sudah tampak Bang
Togar yang sedang membereskan tumpukan buku.
“Halo, Ita! Kamu pasti butuh buku bacaan
lagi kan?” sambut Bang Togar begitu melihat Ita. Bang Togar masuk ke dalam
kios. Tidak lama kemudian ia keluar dengan tumpukan buku yang langsung
diletakkan di depan Ita.
“Kamu pasti menyukai buku-buku ini.
Abang sengaja menyimpannya untukmu sebelum orang lain membelinya,” kata Bang
Togar kemudian.
Benar saja, di tumpukkan tersebut
terdapat bermacam-macam bacaan yang menarik. Ada kumpulan dongeng, komik, novel
anak, dan buku cerita bergambar.
Ita buru-buru memilih buku yang
diinginkannya. “Tiga buku berapa, Bang?” tanyanya setelah mendapatkan buku yang
diinginkan.
“empat ribu rupiah saja untuk Ita. Ita
juga boleh mengambil satu majalah lagi kalau mau,” jawab Bang Togar.
Setelah itu, Ita buru-buru meninggalkan
kios Bang Togar. Ia tidak mau jika ada teman-teman sekolahnya memergokinya
sedang berada di tempat itu. Ia malu jika diketahui sering membeli buku bekas
di kios Bang Togar.
Tetapi, baru beberapa langkah Ita
meninggalkan kios itu, terdengar suara dari arah belakang.
“Hoooiii! Ita beli buku loak! Ita gadis
buku loak!
Suara itu terdengar jelas. Ita menoleh. Jelas
dilihatnya Voni, Heru, dan Sinta berada di dalam mobil sambil berteriak ke a
rah Ita.
“Gawat, mereka memergokiku!” pekik Ita
dalam hati. Ita pun terus berjalan sambil merundukkan kepalanya. Sebenarnya Ita
ingin segera berlari dan bersembunyi. Tetapi ia tahu hal itu percuma. Sebab anak-anak itu telah melihatnya.
Akhirnya, Ita memilih untuk diam sambil berpura-pura tidak mendengar teriakan
teman-temannya itu.
“Anak-anak itu pasti akan mengejekku!”
bisik Ita dalam hati. Benar saja, esoknya di sekolah, Voni dan Jeru menghampiri
Ita dan mulai mengejeknya.
“Haei, gadis buku loak, mana buku-buku
usangmu? Kami ingin melihatnya,” kata Voni sambil tertawa.
“Kok kamu tahan membaca buku-buku
berdebu itu? Aku sih bisa bersin-bersin membaca buku-buku loak itu,” tambah
Heru.
Ita diam saja. Sementara itu, beberapa
teman lain mulai ikut-ikutan mengejek.
“buku usang sih cocoknya untuk bungkus
pisang goring saja. Ha-ha-ha- …,” tambah Adit.
Air mata Ita mulai menggenang. Tetapi ia
menahan untuk tidak menangis.
Sementara itu, Voni, Heru, dan beberapa anak terus
mengejeknya. Ejekan mereka terhenti ketika Pak Tarno, guru IPS, masuk ke dalam
kelas.
Di dala kelas Pak Tarno mulai mengajar.
Hari itu ia mengajarkan tentang bangunan-bangunan tua yang harus dilestarikan
karena mengandung nilai sejarah yang tinggi. “Selain karena mengandung nilai
sejarah, bungunan-bangunan tersebut dilestarikan karena memiliki bentuk
arsitektur yang unik. Bangunan seperti itu banyak sekali di kota kita,” Pak
Tarno menerangkan. “Salah satu bangunan unit di kota kita adalah gedung bank
yang berada di seberang taman balai kota. Hmm, adakah yang tahu?” Tanya Pak
Tarno.
Tidak ada seorang pun yang mengangkat
tangan.
“Wah, kalian seharusnya tahu. Masak
sejarah kota sendiri tidak tahu,” kata Pak Tarno sambil berjalan keliling
kelas.
“Ya, kamu Ita,” seru Pak Tarno begitu
melihat Ita mengangkat tangannya.
“Itu gedung Bank Indonesia, Pak. Dulu
kalau tidak salah namanya … mm…mm.. Java Bank” jawab Ita.
“Tepat! Tapi namanya bukan Java Bank,
melainkan Javache Bank. Itu adalah salah satu bangunan yang hingga kini masih
dilestarikan.” Pak Tarno menjelaskan. “Nah, ternyata ada juga teman kalian yang
tahu. Dari mana kamu mengetahuinya, Ita?
“Dari buku yang berjudul Wajah Bandung
Tempo Doeloe.”
“Wah, buku itu sangat langka! Banyak
sekali sejarah kota kita yang bisa kita ketahui dari buku tersebut. Bagaimana
kamu memperoleh buku itu?”
“Saya membelinya di kios buku bekas di
dekat rumah, Pak.”
“Kau tahu, Ita, buku itu sangat langka.
Kau harus menyimpannya baik-baik, Ita. Walaupun kamu memperolehnya dari kios
buku bekas dengan harga murah, tetapi buku itu sangat berharga.”
Ita diam saja.
“Nah, kita mendapat pelajaran berharga hari
ini. Ternyata pengetahuan tidak hanya bisa didapat dari buku-buku baru, tetapi
juga dari buku-buku tua atau buku bekas. Jadi, jangan sekali-kali meremehkan
buku-buku seperti itu.”
Wah, ternyata yang perlu dihargai tidak
hanya gedung-gedung tua, tapi juga buku-buku tua…, ha-ha-ha …,” celetuk Nirwan
yang duduk di bangku belakang.
“Kamu benar, Nirwan. Baik buku baru atau buku loak tidak menjadi
masalah. Sebab, yang paling penting adalah apa yang ada di dalamnya. Iya, kan?”
Sebentar Ita melirik Voni dan Heru.
Keduanya hanya diam.
“Nah, untuk itu bapak akan menugaskan
kalian untuk menuliskan daftar bangunan tua bersejarah yang ada di kota ini.
Jika mengalami kesulitan, kalian bisa meminjam buku Ita.”
Sorenya,
sebagian anak berkumpul di rumah Ita untuk mengerjakan tugas dari Pak Tarno.
Tetapi Voni dan Heru tidak kelihatan di antara mereka. Baru setelah
teman-temannya pulang, kedua anak itu mencul di rumah Ita.
“Kami
ingin meminjam bukumu sebentar, Ita, untuk menyelesaikan tugas dari Pak Tarno,”
pinta Heru pelan.
Ita
hanya mengangguk. Ia mengambil sebuah buku yang sampulnya sudah agak lusuh.
Dalam waktu beberapa saat saja, dengan bantuan Ita, Voni dan Heru berhasil
menyelesaikan tugas dari Pak Tarno.
Sebelum
pulang, Heru sempat berbicara kepada Ita. “Maafkan kami karena sering
mengejekmu, Ita. Kami berjanji tidak
akan mengejekmu lagi,” ucap Heru.
“Percayalah,
kami tidak akn lagi memanggilmu gadis buku loak,” tambah Voni.
“Ah,
lupakan saja. Tidak apa-apa,” balas Ita.
Heru
dan Voni meninggalkan rumah Ita. Tinggal Ita sendirian sambil menimang-nimang
buku bersampul lusuh yang sangat berharga itu. Diam-diam ia mulai bangga dengan
julukan si gadis buku loak.
Dikutip
dari Kompas, 9 Januari 2005
Setelah
membaca/menyimak cerpen “Ita, Si Gadis
Buku Loak, buatlah kelompok kerja,
setiap kelompok terdiri dari 10 siswa, (1 siswa sebagai pemimpin, 1 siswa
sebagai notulis, dan yang lain peserta), kemudian
diskusikan
unsur Instrinsik dan ekstrinsik cerpen tersebut. Hasil diskusi laporankan
kepada guru di kelasmu!
- Memberikan Komentar
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, komentar
adalah ulasan atau tanggapan atas berita, teks sastra, dan sebagainya untuk
menerangkan atau menjelaskan.
Pada aspek ini Anda harus memberikan komentar terhadap
teks cerpen yang sudah And abaca.
Komentar Anda didasarkan pada dua hal, yaitu mengomentari nilai-nilai
yang terkandung dalam teks dan mengomentari makna atau pesan yang terkandung
dalam teks.
Niilai-nilai yang perlu
dikomentari, tentang;
- Nilai budaya; menyangkut adat-istiadat yang berlaku di suatu daerah atau di suatu Negara, atau suatu kebiasaan yang berhubungan erat dengan cara hidup, cara berpikir, dan cara bekerja, dan sebagainya.
- Nilai keagamaan; menyangkut konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga dijadikan pedoman bagi tingkah laku warga masyarakat yang bersangkutan.
- Nilai moral; menyangkut ajaran tentang baik buruknya perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan kesusilaan yang diterima umum.
- Nilai social; menyangkut segala hal yang berkenaan dengan kemasyarakatan atau hal –hal yang menyangkut kepentingan orang banyak, seperti gotong-royong, tolong-menolong, hidup bertetangga, atau peduli lingkungan.
Mengomentari makna atau pesan dalam suatu teks berarti
kalian mengomentari maksud pembicara atau penulis dalam karyanya, atau dapat pula
kalian mengomentari pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.
Menganalisis cerpen, Ita, Si Gadis Buku Loak, diutamakan pada
unsur instrinsik dan ekstrinsiknya, dengan menjawab pertanyaan di bawah ini;
- Sebutkan tokoh-tokoh dalam cerpen di atas, jelaskan pula penokohannya!
- Apa tema cerpen tersebut di atas? Jelaskan!
- Bagaimana alur cerita cerpen di atas? Jelaskan!
- Sebutkan latar atau setting dari cerpen tersebut di atas?
- Bagaimana gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan cerpen di atas?
- Sudut pandang yang digunakan penulis dalam cerpen tersebut di atas?
- Apa pesan atau amanat yang hendak disampaikan penulis kepada pembacanya!
- Sebutkan dan jelaskan unsur instrinsik cerpen di atas!
TUGAS!
Buatlah kelompok kerja 5 – 6 siswa, carilah cerpen,
kemudian analisislah unsur instrinsik dan ekstrinsiknya.
APRESIASI PROSA DAN PUISI
Apresiasi prosa maupun puisi,
pada dasarnya menilai/memberikan penghargaan terhadap karya sastra yang berupa
prosa atau puisi.
Guna memberikan
penilaian/penghargaan terhadap suatu karya yang berupa prosa/puisi tersebut
perlu menilai dari segi Internal dan Eksternalnya. Maka penilaian suatu karya
sastra kita harus menilai dari kedua segi tersebut, yaitu unsur instrinsiknya
dan unsur ekstrinsiknya. Pada pembelajaran sebelumnya telah dikenalkan unsur
instrinsik dan ekstrinsik karya sastra yang berupa Prosa.
Unsur Instrinsik Puisi;
Unsur instrinsik puisi adalah
unsur-unsur yang membangun dari dalam puisi. Unsur pembangun puisi secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi bentuk BATIN dan bentuk FISIK puisi. Unsur Batin puisi (hakikat) adalah isi atau
kandungan yang hendak dikemukakan oleh penyair. Yang tergolong unsur bentuk
batin puisi tersebut;
1) Tema,
2) Rasa/nada, dan
3) Pesan/amanat
Ketiga unsur instrinsik di
atas merupakan unsur batin puisi, yang tidak dipisah-pisahkan lagi
keberadaannya dalam puisi.
Unsur instrinsik yang lain,
yaitu adanya : 4) Rima/persajakan; 5)
Ritma/irama; 6)
Metrum/matra; 7) Diksi;
8) Gaya Bahasa
Suatu puisi terbangun dari
unsur-unsur tersebut di atas;
1) Tema; inti/pokok persoalan yang terkandung di dalam
puisi tersebut. Tema muncul karena adanya suatu persoalan yang hendak
diungkapkan oleh setiap pengarang. Maka
tema dapat berupa : keindahan, ketuhanan,
kemanusiaan, kritik sosial; kegagalan; kebencian; perjuangan; kebahagiaan
hidup; penderitaan hidup; kekecewaan dan sebagainya.
2) Rasa dan nada; bagaimana perasaan penyair terhadap
objek atau persoalan yang dikemukakan kepada masyarakat/pembaca, mungkinkah
merasa iba, geram, benci, sabar,
merendahkan diri, khusuk, pasrah, menentang, ragu, penasaran, kecewa,
sinis, dan sebagainya. Banyak dijumpai puisi yang bertema sama,
namun nilai rasanya berbeda. Puisi “Padamu
Jua” dan “Doa” karya Amir Hamzah,
sama-sama bertema “ketuhanan,” tetapi
terasa jauh berbeda rasa dan nadanya.
Coba anda cermati puisi berikut dan jelaskan perbedaannya.
PADAMU JUA
…
Di mana engaku?
Rupa tiada
Suara Sayup
Hanya kata merangkai hati.
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmuu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua …
|
DOA
Denga apakah kubandingkan
pertemuan kita,
kasihku
Dengan samar spoi,
pada masa
purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik
…
Hatiku terang menerima katamu,
bagai bintang memasang lilinnya
Kalbuku terbuka menunggu
kasihmu,
bagai sedap malam menyirak kelopak
…
3) Pesan/amanat; nasihat apa yang hendak disampaikan oleh
pengarang kepada pembacanya/penikmat, atau nilai-nilai apa yang hendak
ditanamkan kepada pembacanya. Pesan pada puisi pada umumnya terikat oleh tema
puisi itu sendiri. Pesan/amanat biasaya merupakan nilai-nilai yang layak
dipetik atau perlu diteladani.
4) Rima/persajakan; persamaan bunyi antarkata/antarbaris.
Persamaan bunyi vocal disebut Asonansi. Persamaan bunyi pada konsonan disebut : Aliterasi. Persamaan bunyi dapat di awal, tengah, atau
akhir kata/baris. Perhatikan contoh
berikut ini :
a. Kaulah kandil kemerlap
Pelita
jendela di malam gelap
b.
Kasihmu sunyi
Menunggu
seorang diri
c.
Lalu waktu bukan giliranku
Mati hari bukan kawanku
d.
Hatiku terang menerima katamu
bagai bintang memasang lilinnya
Kalbu terbuka menunggu kasihmu bagai sedap malam menyirak kelopak
5) Ritma/irama; alunan naik turun, panjang pendek, atau
keras lemahnya bunyi yang berulang-ulang atau berurutan sehingga membentuk
keindahan. Ritma tercipta oleh adanya
perimbangan jumlah frasa, kata, atau suku kata pada setiap baring ungkapan
dalam puisi tersebut. Perhatikan contoh berikut;
a. Pagiku hilang/sudah melayang
Hari
mudaku /sudah pergi
Kini
petang/datang membayang
Batang
usiaku/sudah tinggi
Adanya
pula puisi yang iramanya ditandai oleh adanya pengulang kata yang sama dalam
setiap baris untuk mengikat/menyatukan beberapa baris belakangnya, perhatikan
contoh berikut;
b. Tuhanku
Dalam
termangu
Aku
masih menyebut nama-Mu
…
Tuhanku
Aku
hilang bentuk
Rwmuk
Tuhanku
Aku
mengembara di negeri asing… (Doa, Chairil Anwar)
6) Metrum/matra; pengulangan tekanan pada posisi-posisi
tertentu yang bersifat tetap. Dalam lagu metrum ditandai dengan garis birama,
dan tekanan keras pda umumnya jatuh pada awal setiap birama.
7) Diksi; pilihan kata secara cermat dari segi bunyi
maupun makna sehingga menjadi wahana ekspresi yang maksimal dan bernilai
estetis. Karena tiap kata memiliki nuansa makna yang berbeda, kata-kata yang
sudah tepat dalam suatu puisi biasanya sangat sulit diganti dengan kata lain.
8) Majas/gaya baahasa (bahasa figurative); cirri ata
kekhasan kebahasaan yang digunakan oleh setiap penulis yang mencakup penggunaan
struktur kebahasaan, pilihan kata, ungkapan, peribahasa/bidal/pepatah dan
sebagainya yang dibangkitkan oleh penulis sehingga akan menimbulkan efek
tertentu bagi pembacanya.
Tolong berikan latar belakang dari Nigar pandrianto sang pencipta cerpen Ita sigadis buku loak
BalasHapus