Minggu, 21 Agustus 2016

Materi XII Terlengkap

1)      Unsur Instrinsik Prosa (cerpen, novel, dan roman)
a.       Tema (Tema adalah pokok persoalan yang diangkat sebagai bingkai cerita.) Dalam karya-karya yang tebal seperti novel dan roman, di samping terdapat tema sentral, juga terdapat sub-subtema atau sub-subpersoalan yang terjalin sedemikian rupa sehingga membentuk tema yang lebih besar lagi.
b.      Amanat /pesan/nasinat (Pesan/amat terdapat pada setiap penceritaan/peristiwa. Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan penulis/pengarang kepada pembaca) Amanat biasanya nasihat yang bernilai didik/baik yang perlu diteladani. Amanat dalam suatu karya dapat diungkapkan dengan cara eksplisit, dan dapat pula dengan cara implisit.
c.       Latar (setting). Adalah gambaran tempat, waktu, dan suasana, serta keadaan social, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita.  Di mana, kapan, dalam keadaan bagaimana, yang digunakan sebagai pijakan bagi berlangsungnya suatu kisah/peristiwa.
d.      Tokoh dan penokohan/perwatakan,
Dalam cerita selalu ada tokoh/pelaku yang dikisahkan, apakah si pengarang sendiri, atau orang lain, bahkan ada juga tokoh berasal dari binatang, benda, boneka dan sebagainya. Pelaku-pelaku atau tokoh dalam cerita pada umumnya ditampilkan dengan ciri karakter/watak khas untuk mendukung jalannya alur penceritaan hingga membentuk suatu konflik yang alamiah (tidak dibuat-buat)
Strategi pengarang untuk menampilkan watak tokoh secara garis besar ada dua cara, yaitu :
·    Secara analitis; pengarang secara langsung mendiskripsikan atau menceritakan watak pelaku/tokohnya
·   Secara dramatis; penulis menggambarkan watak pelaku secara tidak langsung melalui dialog, atau reaksi pelaku lain terhadapnya.
Tokoh dalam cerita dibedakan menjadi empat, yaitu : tokoh utama (temperamen baik) disebut tokoh Protogonis. Kedua; tokoh yang melawan/menentang peran tokoh utama, disebut tokoh Antagonis. Ketiga, tokoh pelerai (tritagonis), dan keempat tokoh bawahan.(tokoh figuran)
e.       Alur atau Plot; (yaitu jalinan peristiwa yang sambung-menyambung hingga membentuk kisah atau jalan cerita).
Setiap cerita memiliki pola plot, sebagai berikut :
·   Perkenalan keadaan
·   Pertikaian/konflik mulai terjadi
·   Konflik berkembang semakin rumit (perumitan)
·   Klimaks
·   Peleraian/solusi/penyelesaian
Ditinjau dari hubungan antar peristiwa dalam alur penceritaannya, maka plot dibedakan menjadi dua, yaitu:
·   Alur erat/rapat; yaitu apabila hubungan antar peristiwa dalam cerita memiliki hubungan yang padu dan padat sehingga tak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
·   Alur longgar/renggang; yaitu : apabila hubungan antarperistiwa dalam cerita terjalin kurang erat sehingga ada bagian-bagian peristiwa yang dapat dihilangkan dan penghilangannya itu tidak akan mengganggu jalannya cerita.
Pembentukan alur dalam cerita dapat dilakukan dengan cara analitis, (pengisahan langsung) dan dapat juga secara dramatis melalui dialog dan adegan peristiwa, hingga terbentuklah suatu alur penceritaan.
Alur juga dibentuk dengan urutan peristiwa secara alamiah sehingga membentuk alur maju, dan dapat juga dengan sorot balik (flash back), atau bahkan dengan campuran yaitu alur maju dan sorot balik
Dalam cerita yang panjang (misalnya Novel) di samping terdapat alur utama, sering terdapat alur-alur cabang, yang disebut digresi.
Sudut Pandang (point of view), disebut juga pusat pengisahan. Sudut pandang adalah posisi/peran  pencerita/pengarangnya  dalam menyampaikan ceritanya. Dengan kata lain, sudut pandang menyangkut cara pengarang memposisikan/menempatkan diri atau posisinya dalam melibatkan diri dalam penceritaan. Apakah 


a.       pengarang dalam karya ceritanya itu melibatkan diri secara langsung atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar penceritaan itu
Sudut pandang dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
·   Sudut pandang orang pertama
Biasanya dalam penceritaannya tokoh jalan ceritanya dikuasi oleh si pengarangnya dengan sebutan “saya”, “aku” atau nama pengarang langsung mmenjadi tokoh sentral dalam penceritaannya.
·   Sudut pancang orang ketiga
Biasa seorang pengarang memilih salah satu nama untuk menjalankan alur penceritaannya, maka biasanya tokoh dipanggil dengan nama selain nama tokoh  aku, saya, dan sebagainya, tetapi lebih memilih nama “dia” atau nama lain yang menjadi panggilan bagi pengarang.
·   Sudut pandang orang ketiga serba tahu
·   Sudut pandang ini, pengarang mengetahui seluruh tingkah-laku, pikiran, isi hati maupun apa yang dirasakan oleh para tokoh dalam cerita itu.
2)      Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik, prosa berarti unsure yang membangun/pembentuk prosa tersebut dari luar atau lingkungan luar yang mendukung terjadinya suatu cerita. Unsur luar tersebut bisa bermacam-macam, misalnya : biografi pengarangnya, kondisi social-budaya, kondisi politik, agama, moral, filsafat yang ada pada lingkungan pengarang saat menuliskan cerita tersebut. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita pada umumnya ditentukan melalui unsur-unsur ekstrinsik tersebut. Bisa jadi suatu novel bertema sama, namun belum tentu nilai-nilai yang terkandung di dalamnya itu sama. Hal itu tergantung pada unsure ekstrinsik yang ditonjolkan dalam alur ceritanya. Misalnya, dua novel yang sama-sama bertemakan ‘cinta’,  namun kedua novel tersebut menonjolkan nilai-nilai yang terkandung secara berbeda, perbedaan tersebut dikarenakan oleh penulis/pengarang yang mempunyai pemahaman dan penghayatan yang berbeda tentang ‘cinta’, situasi social, agama, dan latar belakang pengarang yang berbeda dalam memandang suatu persoalan.
  1. MENGANALISIS PROSA
Karya yang berbentuk, cerpen, novel, roman, termasuk jenis karya sastra prosa. Prosa dikatakan baik, jika memenuhi beberapa persyaratan antara lain, unsur instriksi dan ekstrinsik, mengandung nilai dan dikemukakan dengan bahasa yang indah. Nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra antara lain nilai moral, agama, social, budaya, dan sebagainya.
Walaupun merupakan cerita rekaan, prosa tetap memiliki kebenaran (kebenaran imajinatif), karena karya prosa ditulis berdasarkan logika, pengalaman, dan pengamatan sang pujangga/pengarang. Oleh karena itu, cerita rekaan tidak jauh dari kenyataan (realistis).
Bentuk-bentuk prosa tersebut :
    1. Cerpen
Cerpen merupakan singkatan dari cerita pendek. Namun perlu diketahui, bahwa tidak setiap cerita yang pendek itu termasuk cerpen.
Karakteristik/cirri-ciri cerpen adalah :  ^ ceritanya melukiskan suatu insiden yang unik, yang tidak terjadi di tempat lain, waktu lain, dan dengan orang lain, dan tidak dapat diulang. ^ Cerpen berisi hal-hal yang tidak rutin terjadi setiap hari, misalnya : tentang suatu perkenalan, jatuh cinta, atau suatu hal yang sulit untuk dilupakan. ^ Bersifat imajinatif.
    1. Novel
Novel berasal dari bahasa Italia, ‘novella.’
Novel juga seperti halnya cerita pada cerpen, namun pada novel biasanya diakhiri dengan perubahan nasib (ending) pelakunya.
Akhir cerita nasib pelakunya bahagia disebut ‘heppyending’
Sebaliknya jika cerita diakhiri nasib pelakunya tidak bahagia/sengsara disebut ‘sedending’.
    1. Roman
Istilah roman berasal dari bahasa Perancis.  Roman mengisahkan kehidupan pelaku dari lahir sampai meninggal. Roman lebih panjang daripada novel.



Memahami Teks Seni Berbahasa
Untuk memahami suatu karya dengan baik, kadang-kadang dibutuhkan pengenalan terhadap factor-faktor ekstrinsik, seperti latar belakang kehiduppan penciptanya/pengarangnya, (misalnya, pendidikannya, pengalamannya, agamanya, haluan politiknya, ideologinya, pandangan hidupnya dan lain-lain).  Di samping itu juga dipengaruhi oleh keadaan social-ekonomi-budaya-politik, dan pada zaman/masa penciptaannya. Sebaliknya, tidak tertutup kemungkinan bahwa dengan memahami suatu karya kita akan mengenal agama penulis, pandangan-pandangan atau sikap hidup penulis terhadap suatu persoalan, keadaan social-budaya atau tradisi masyarakat yang sesungguhnya pada masa penciptaan/diciptakan dan sebagainya.
Kenyataan menunjukkan bahwa suatu karya tidak dapas lepas sama sekali dari factor-faktor ekstrinsik  tersebut. Karya yang mengambil latar (setting) zaman kerajaan tentu harus mendiskripsikan dengan tepat social-budaya-teknologi pada zamannya tersebut. Misalnya : kendaraan yang digunakan tentu saja kuda atau kereta, dan bukan bus, atau pesawat, demikian pula senjata yang digunakan juga menggambarkan zaman itu, misalnya : keris, golok, atau panah, dan bukan senapan mesin, bom TNT, nuklir dan sebagainya. Musiknya pun juga harus menggambarkan zaman itu, misalnya gamelan, bukan jaz, rok, atau dangdut. Dengan demikian tidak akan terjadi adanya ANAKRONISME (pertentangan/ketidaksesuaian) antara keadaan zaman dengan latar ceritanya.
Faktor ekstrinsik yang kadang-kadang juga berpengaruh terhadap suatu karya ialah karya lain. Tidak jarang suatu karya memiliki hubungan, atau tautan dengan karya lain, bahkan beberapa kemiripan/kesamaan dengan karya lain. Hal ini disebut dengan istilah INTERTEKSTUALITAS. Hal semacam ini bisa terjadi antara karya seorang pengarang dengan karya orang lain, dan dapat juga antara karya satu dengan karya lain dari seorang pengarang. Misalnya :  Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”  dan “Hampa” karya Chairil anwar menunjukkan adanya tautan peristiwa, yakni kegagalan penyair untuk menggapai cintanya ‘Sri Ayati’.
Untuk mengetahui lebih jelas dalam mengapresiasi suatu karya, maka berikut ini dapat digunakan untuk memberikan penilaian suatu karya, utamanya yang berbentuk fiksi.
Contoh kerangka membuat Resensi
I.                   Pendahuluan :
  1. Judul                            : (judul cerpen/novel)
  2. Pengarang                    : (nama pengarang/penulis)
  3. Penerbit                       : (nama penerbit buku cerpen/novel)
  4. Tahun terbit                 : …..
  5. Tebal buku      : (jumlah halaman buku cerpen/novel)
  6. Pelaku              : (nama-nama tokoh/pemeran dalam cerita)
  7. Sinopsis           : (ringkasan cerita/alur penceritaannya)
II.                Isi :
  1. Tema, apa yang diangkat dalam prosa tersebut; apakah tema rumah tangga, cinta, perjuangan, harta warisan, atau tema apa saja yang terdapat dalam cerita pada cerpen/novel yang diresensikan tersebut. Adakah kaitannya dengan sejarah, atau peristiwa nyata, khayal atau realistis.
  2. Nasihat/pesan apay yang sebenarnya hendak disampaikan kepada pembaca melalui tema tersebut, falsafah/nilai-nilai apa yang bisa dipetik, apakah nilai relegius, nilai budaya, nilai moral, nilai patriotism, dan sebagainya.
  3. Bagaimana jalan ceritanya, menggunakan alur maju atau flash back;  bagaiman alur cabang/degresinya, mengganggu alur utama atau tidak; masuk akalkah uruut-urutan kejadiannya, atau ada yang tidak masuk akal; adakah kejadian yang terlalu mengada-ada, adakah peristiwa-peristiwa mengejutkan, apakah selalu menimbulkan keingintahuan untuk kelanjutan ceritanya, konfliknya seru/tidak, penyelesaiannya masuk akal/tidak, berakhir ceritanya (sending) heppy atau sad ending.
  4. Berhasil/tidak pengarang menampilkan berbagai macam watak pelaku seperti bijaksana, sabar, licik, jahat, pemarah, pemurung, dan sebagainya. Bagaimana cara-cara/teknik, menunjukkan watak tokoh, apakah dengan dialog, deskripsi langsung, monolog, tanggapan antartokoh dan lain-lain.  Watak para pelaku konsisten atau tidak, adakah perubahan watak yang tidak beralasan.
  5. Di mana pengarang menempatkan dirinya, apakah pengarang masuk sebagai pelaku, atau hanya menceritakan orang lain, atau apakah pengarang masuk kea lam pikiran/perasaan ke dalam para pelaku (serba tahu), atau sebagai orang yang berada di luar cerita saja.
  6. Setting/latar, daerah/tempat/waktu/ruang/keadaan yang mana menjadi pengisahan dalam cerita (di mana, kapan, keadaannya bagaimana cerita itu terjadi) Untuk memberikan penilaian pada unsur ini persoalan kecocokan/ketidakcocokan antara zaman dengan isi ceritanya (anakkronisme). Termasuk situasinya/suasananya apakah riang, sedih, tegang, santai, kecewa atau berbagai persoalan silih berganti , mampukah membawa pembacanya tenggelam dalam perasaannya.
  7. Bagaiman corak pemakaian bahasanya dalam cerita tersebut, baku, kaku, serius, gaul, puitis, atau corak bahasa daerah tertentu.
 
Semua aspek yang berkaitan dengan unsur-unsur tersebut di atas lebih lengkap dan baik jika diungkapkan secara tepat dan menyeluruh. Penulis resensi jendaknya memahami semua unsur yang terdapat di dalam cerita tersebut.
 

III.                   Kesimpulan :
Bagaimana penilai secara umum terhadap suatu karya tersebut, baik atau tidak/keunggulan atau ada kekurangan, tunjukkan keistimewaannya karya tersebut, atau tunjukkan kekurangannya, perlunya buku itu dibaca atau tidak.
Dalam memberikan ppenilaian terhadap suatu karya, tidak harus menyebutkan semua unsur instrinsiknya, tetapi dapat dilakukan dengan mengulas beberapa unsur saja yang dipandang paling menarik, untuk disampaikan atau kejelaskan.
Membaca Teks Sastra
Pembahasan tentang karya sastra tidak asing lagi bagi kalian, baik itu cerpen, novel, maupun drama. Dalam suatu karya sastra terkandung pesan yang bermanfaat bagi pembacanya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara tersurat atau tersirat.
  1. Membaca Teks Sastra
Berikut ini disajikan suatu teks sastra. Teks tersebut berupa cerpen yang dikutip dari Kompas, 9 Januari 2005.  Coba Anda baca teks tersebut di bawah ini.
ITA, SI GADIS BUKU LOAK
Oleh Nigar Pandrianto
Siang itu Ita bergegas menuju kios buku dan majalah bekas yang ada di pojokan Jalan Mawar. Di sana sudah tampak Bang Togar yang sedang membereskan tumpukan buku.
“Halo, Ita! Kamu pasti butuh buku bacaan lagi kan?” sambut Bang Togar begitu melihat Ita. Bang Togar masuk ke dalam kios. Tidak lama kemudian ia keluar dengan tumpukan buku yang langsung diletakkan di depan Ita.
“Kamu pasti menyukai buku-buku ini. Abang sengaja menyimpannya untukmu sebelum orang lain membelinya,” kata Bang Togar kemudian.
Benar saja, di tumpukkan tersebut terdapat bermacam-macam bacaan yang menarik. Ada kumpulan dongeng, komik, novel anak, dan buku cerita bergambar.
Ita buru-buru memilih buku yang diinginkannya. “Tiga buku berapa, Bang?” tanyanya setelah mendapatkan buku yang diinginkan.
“empat ribu rupiah saja untuk Ita. Ita juga boleh mengambil satu majalah lagi kalau mau,” jawab Bang Togar.
Setelah itu, Ita buru-buru meninggalkan kios Bang Togar. Ia tidak mau jika ada teman-teman sekolahnya memergokinya sedang berada di tempat itu. Ia malu jika diketahui sering membeli buku bekas di kios Bang Togar.
Tetapi, baru beberapa langkah Ita meninggalkan kios itu, terdengar suara dari arah belakang.
“Hoooiii! Ita beli buku loak! Ita gadis buku loak!
Suara itu terdengar jelas. Ita menoleh. Jelas dilihatnya Voni, Heru, dan Sinta berada di dalam mobil sambil berteriak ke a rah Ita.    
“Gawat, mereka memergokiku!” pekik Ita dalam hati. Ita pun terus berjalan sambil merundukkan kepalanya. Sebenarnya Ita ingin segera berlari dan bersembunyi. Tetapi ia tahu hal itu percuma.  Sebab anak-anak itu telah melihatnya. Akhirnya, Ita memilih untuk diam sambil berpura-pura tidak mendengar teriakan teman-temannya itu.
“Anak-anak itu pasti akan mengejekku!” bisik Ita dalam hati. Benar saja, esoknya di sekolah, Voni dan Jeru menghampiri Ita dan mulai mengejeknya.
“Haei, gadis buku loak, mana buku-buku usangmu? Kami ingin melihatnya,” kata Voni sambil tertawa.
“Kok kamu tahan membaca buku-buku berdebu itu? Aku sih bisa bersin-bersin membaca buku-buku loak itu,” tambah Heru.
Ita diam saja. Sementara itu, beberapa teman lain mulai ikut-ikutan mengejek.
“buku usang sih cocoknya untuk bungkus pisang goring saja. Ha-ha-ha- …,” tambah Adit.
Air mata Ita mulai menggenang. Tetapi ia menahan untuk tidak menangis.
Sementara itu,  Voni, Heru, dan beberapa anak terus mengejeknya. Ejekan mereka terhenti ketika Pak Tarno, guru IPS, masuk ke dalam kelas.
Di dala kelas Pak Tarno mulai mengajar. Hari itu ia mengajarkan tentang bangunan-bangunan tua yang harus dilestarikan karena mengandung nilai sejarah yang tinggi. “Selain karena mengandung nilai sejarah, bungunan-bangunan tersebut dilestarikan karena memiliki bentuk arsitektur yang unik. Bangunan seperti itu banyak sekali di kota kita,” Pak Tarno menerangkan. “Salah satu bangunan unit di kota kita adalah gedung bank yang berada di seberang taman balai kota. Hmm, adakah yang tahu?” Tanya Pak Tarno.
Tidak ada seorang pun yang mengangkat tangan.
“Wah, kalian seharusnya tahu. Masak sejarah kota sendiri tidak tahu,” kata Pak Tarno sambil berjalan keliling kelas.
“Ya, kamu Ita,” seru Pak Tarno begitu melihat Ita mengangkat tangannya.
“Itu gedung Bank Indonesia, Pak. Dulu kalau tidak salah namanya … mm…mm.. Java Bank” jawab Ita.
“Tepat! Tapi namanya bukan Java Bank, melainkan Javache Bank. Itu adalah salah satu bangunan yang hingga kini masih dilestarikan.” Pak Tarno menjelaskan. “Nah, ternyata ada juga teman kalian yang tahu. Dari mana kamu mengetahuinya, Ita?
“Dari buku yang berjudul Wajah Bandung Tempo Doeloe.”
“Wah, buku itu sangat langka! Banyak sekali sejarah kota kita yang bisa kita ketahui dari buku tersebut. Bagaimana kamu memperoleh buku itu?”
“Saya membelinya di kios buku bekas di dekat rumah, Pak.”
“Kau tahu, Ita, buku itu sangat langka. Kau harus menyimpannya baik-baik, Ita. Walaupun kamu memperolehnya dari kios buku bekas dengan harga murah, tetapi buku itu sangat berharga.”
Ita diam saja.
“Nah, kita mendapat pelajaran berharga hari ini. Ternyata pengetahuan tidak hanya bisa didapat dari buku-buku baru, tetapi juga dari buku-buku tua atau buku bekas. Jadi, jangan sekali-kali meremehkan buku-buku seperti itu.”
Wah, ternyata yang perlu dihargai tidak hanya gedung-gedung tua, tapi juga buku-buku tua…, ha-ha-ha …,” celetuk Nirwan yang duduk di bangku belakang.
“Kamu benar, Nirwan.  Baik buku baru atau buku loak tidak menjadi masalah. Sebab, yang paling penting adalah apa yang ada di dalamnya. Iya, kan?”
Sebentar Ita melirik Voni dan Heru. Keduanya hanya diam.
“Nah, untuk itu bapak akan menugaskan kalian untuk menuliskan daftar bangunan tua bersejarah yang ada di kota ini. Jika mengalami kesulitan, kalian bisa meminjam buku Ita.”
            Sorenya, sebagian anak berkumpul di rumah Ita untuk mengerjakan tugas dari Pak Tarno. Tetapi Voni dan Heru tidak kelihatan di antara mereka. Baru setelah teman-temannya pulang, kedua anak itu mencul di rumah Ita.
            “Kami ingin meminjam bukumu sebentar, Ita, untuk menyelesaikan tugas dari Pak Tarno,” pinta Heru pelan.
            Ita hanya mengangguk. Ia mengambil sebuah buku yang sampulnya sudah agak lusuh. Dalam waktu beberapa saat saja, dengan bantuan Ita, Voni dan Heru berhasil menyelesaikan tugas dari Pak Tarno.
            Sebelum pulang, Heru sempat berbicara kepada Ita. “Maafkan kami karena sering mengejekmu, Ita.  Kami berjanji tidak akan mengejekmu lagi,” ucap Heru.
            “Percayalah, kami tidak akn lagi memanggilmu gadis buku loak,” tambah Voni.
            “Ah, lupakan saja. Tidak apa-apa,” balas Ita.
            Heru dan Voni meninggalkan rumah Ita. Tinggal Ita sendirian sambil menimang-nimang buku bersampul lusuh yang sangat berharga itu. Diam-diam ia mulai bangga dengan julukan si gadis buku loak.
                                                Dikutip dari Kompas, 9 Januari 2005
Setelah membaca/menyimak cerpen “Ita, Si Gadis Buku Loak,  buatlah kelompok kerja, setiap kelompok terdiri dari 10 siswa, (1 siswa sebagai pemimpin, 1 siswa sebagai notulis, dan yang lain peserta), kemudian
diskusikan unsur Instrinsik dan ekstrinsik cerpen tersebut. Hasil diskusi laporankan kepada guru di kelasmu!
  1. Memberikan Komentar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komentar adalah ulasan atau tanggapan atas berita, teks sastra, dan sebagainya untuk menerangkan atau menjelaskan.
            Pada aspek ini Anda harus memberikan komentar terhadap teks cerpen yang sudah And abaca.  Komentar Anda didasarkan pada dua hal, yaitu mengomentari nilai-nilai yang terkandung dalam teks dan mengomentari makna atau pesan yang terkandung dalam teks.
Niilai-nilai yang perlu dikomentari, tentang;
  1. Nilai budaya; menyangkut adat-istiadat yang berlaku di suatu daerah atau di suatu Negara, atau suatu kebiasaan yang berhubungan erat dengan cara hidup, cara berpikir, dan cara bekerja, dan sebagainya.
  2. Nilai keagamaan; menyangkut konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga dijadikan pedoman bagi tingkah laku warga masyarakat yang bersangkutan.
  3. Nilai moral; menyangkut ajaran tentang baik buruknya perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan kesusilaan yang diterima umum.
  4. Nilai social; menyangkut segala hal yang berkenaan dengan kemasyarakatan atau hal –hal yang menyangkut kepentingan orang banyak, seperti gotong-royong, tolong-menolong, hidup bertetangga, atau peduli lingkungan.
Mengomentari makna atau pesan dalam suatu teks berarti kalian mengomentari maksud pembicara atau penulis dalam karyanya, atau dapat pula kalian mengomentari pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.
Menganalisis cerpen, Ita, Si Gadis Buku Loak, diutamakan pada unsur instrinsik dan ekstrinsiknya, dengan menjawab pertanyaan di bawah ini;
  1. Sebutkan tokoh-tokoh dalam cerpen di atas, jelaskan pula penokohannya!
  2. Apa tema cerpen tersebut di atas? Jelaskan!
  3. Bagaimana alur cerita cerpen di atas? Jelaskan!
  4. Sebutkan latar atau setting dari cerpen tersebut di atas?
  5. Bagaimana gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan cerpen di atas?
  6. Sudut pandang yang digunakan penulis dalam cerpen tersebut di atas?
  7. Apa pesan atau amanat yang hendak disampaikan penulis kepada pembacanya!
  8. Sebutkan dan jelaskan unsur instrinsik cerpen di atas!
TUGAS!
Buatlah kelompok kerja 5 – 6 siswa, carilah cerpen, kemudian analisislah unsur instrinsik dan ekstrinsiknya.



APRESIASI PROSA DAN PUISI

Apresiasi prosa maupun puisi, pada dasarnya menilai/memberikan penghargaan terhadap karya sastra yang berupa prosa atau puisi.
Guna memberikan penilaian/penghargaan terhadap suatu karya yang berupa prosa/puisi tersebut perlu menilai dari segi Internal dan Eksternalnya. Maka penilaian suatu karya sastra kita harus menilai dari kedua segi tersebut, yaitu unsur instrinsiknya dan unsur ekstrinsiknya. Pada pembelajaran sebelumnya telah dikenalkan unsur instrinsik dan ekstrinsik karya sastra yang berupa Prosa.
Unsur Instrinsik Puisi;
Unsur instrinsik puisi adalah unsur-unsur yang membangun dari dalam puisi.  Unsur pembangun puisi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi bentuk BATIN dan bentuk FISIK puisi.  Unsur Batin puisi (hakikat) adalah isi atau kandungan yang hendak dikemukakan oleh penyair. Yang tergolong unsur bentuk batin puisi tersebut;
1)      Tema,
2)      Rasa/nada, dan
3)      Pesan/amanat
Ketiga unsur instrinsik di atas merupakan unsur batin puisi, yang tidak dipisah-pisahkan lagi keberadaannya dalam puisi.
Unsur instrinsik yang lain, yaitu adanya : 4) Rima/persajakan;  5) Ritma/irama;              6) Metrum/matra;   7) Diksi;     8) Gaya Bahasa
Suatu puisi terbangun dari unsur-unsur tersebut di atas;
1)      Tema; inti/pokok persoalan yang terkandung di dalam puisi tersebut. Tema muncul karena adanya suatu persoalan yang hendak diungkapkan oleh setiap pengarang.  Maka tema dapat berupa : keindahan, ketuhanan, kemanusiaan, kritik sosial; kegagalan; kebencian; perjuangan; kebahagiaan hidup; penderitaan hidup; kekecewaan dan sebagainya.
2)      Rasa dan nada; bagaimana perasaan penyair terhadap objek atau persoalan yang dikemukakan kepada masyarakat/pembaca, mungkinkah merasa iba, geram, benci, sabar, merendahkan diri, khusuk, pasrah, menentang, ragu, penasaran, kecewa, sinis,  dan sebagainya.  Banyak dijumpai puisi yang bertema sama, namun nilai rasanya berbeda. Puisi “Padamu Jua”  dan “Doa” karya    Amir Hamzah, sama-sama bertema “ketuhanan,”  tetapi terasa jauh berbeda rasa dan nadanya.  Coba anda cermati puisi berikut dan jelaskan perbedaannya.


PADAMU JUA
Di mana engaku?
Rupa tiada
Suara Sayup
Hanya kata merangkai hati.
                Engkau cemburu
                Engkau ganas
                Mangsa aku dalam cakarmuu
                Bertukar tangkap dengan lepas
                Nanar aku, gila sasar
                Sayang berulang padamu jua …    
 
                       

DOA
           Denga apakah kubandingkan pertemuan kita,
           kasihku
           Dengan samar spoi, 
           pada masa purnama meningkat naik,
           setelah menghalaukan panas payah terik
           …
           Hatiku terang menerima katamu, 
           bagai bintang memasang lilinnya
           Kalbuku terbuka menunggu kasihmu,  
                                                                                 bagai sedap malam menyirak kelopak
                                                                                 …


3)      Pesan/amanat; nasihat apa yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya/penikmat, atau nilai-nilai apa yang hendak ditanamkan kepada pembacanya. Pesan pada puisi pada umumnya terikat oleh tema puisi itu sendiri. Pesan/amanat biasaya merupakan nilai-nilai yang layak dipetik atau perlu diteladani.
4)      Rima/persajakan; persamaan bunyi antarkata/antarbaris. Persamaan bunyi vocal disebut Asonansi.  Persamaan bunyi pada konsonan disebut : Aliterasi.  Persamaan bunyi dapat di awal, tengah, atau akhir kata/baris.  Perhatikan contoh berikut ini :
a.       Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
b.      Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
c.       Lalu waktu bukan giliranku
Mati hari bukan kawanku
d.      Hatiku terang menerima katamu bagai bintang memasang lilinnya
Kalbu terbuka menunggu kasihmu bagai sedap malam menyirak  kelopak
5)      Ritma/irama; alunan naik turun, panjang pendek, atau keras lemahnya bunyi yang berulang-ulang atau berurutan sehingga membentuk keindahan.  Ritma tercipta oleh adanya perimbangan jumlah frasa, kata, atau suku kata pada setiap baring ungkapan dalam puisi tersebut. Perhatikan contoh berikut;
a.       Pagiku hilang/sudah melayang
Hari mudaku /sudah pergi
Kini petang/datang membayang
Batang usiaku/sudah tinggi
Adanya pula puisi yang iramanya ditandai oleh adanya pengulang kata yang sama dalam setiap baris untuk mengikat/menyatukan beberapa baris belakangnya, perhatikan contoh berikut;
b.      Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Rwmuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing… (Doa, Chairil Anwar)
6)      Metrum/matra; pengulangan tekanan pada posisi-posisi tertentu yang bersifat tetap. Dalam lagu metrum ditandai dengan garis birama, dan tekanan keras pda umumnya jatuh pada awal setiap birama.
7)      Diksi; pilihan kata secara cermat dari segi bunyi maupun makna sehingga menjadi wahana ekspresi yang maksimal dan bernilai estetis. Karena tiap kata memiliki nuansa makna yang berbeda, kata-kata yang sudah tepat dalam suatu puisi biasanya sangat sulit diganti dengan kata lain.
8)      Majas/gaya baahasa (bahasa figurative); cirri ata kekhasan kebahasaan yang digunakan oleh setiap penulis yang mencakup penggunaan struktur kebahasaan, pilihan kata, ungkapan, peribahasa/bidal/pepatah dan sebagainya yang dibangkitkan oleh penulis sehingga akan menimbulkan efek tertentu bagi pembacanya.

1 komentar:

  1. Tolong berikan latar belakang dari Nigar pandrianto sang pencipta cerpen Ita sigadis buku loak

    BalasHapus