- Pengertian -
1.1 Secara Harfiyah
Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata
Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna
dasar “selamat” (Salama).
1.2
Secara Bahasa
Pengertian Islam menurut bahasa,
Islam berasal dari kata aslama yang
berakar dari kata salama. Kata
Islam merupakan bentuk mashdar
(infinitif) dari kata aslama ini. Ditinjau
dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki beberapa
pengertian, diantaranya adalah:
1.
Berasal dari ‘salm’ (السَّلْم) yang berarti damai.
Dalam al-Qur’an Allah SWT
berfirman (QS. 8 : 61)
“Dan jika mereka condong
kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kata ‘salm’ dalam ayat di atas
memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini merupakan salah satu makna dan
ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat
manusia pada perdamaian.
Dalam sebuah ayat Allah SWT
berfirman : (QS. 49 : 9)
“Dan jika ada dua golongan
dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah
satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah),
maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Sebagai salah satu bukti bahwa
Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi perdamaian adalah bahwa
Islam baru memperbolehkan kaum muslimin berperang jika mereka diperangi oleh
para musuh-musuhnya.
Dalam Al-Qur’an Allah
berfirman: (QS. 22 : 39)
“Telah diizinkan (berperang)
bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan
sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.”
2.
Berasal dari kata ‘aslama’ (أَسْلَمَ) yang berarti menyerah.
Hal ini menunjukkan bahwa
seorang pemeluk Islam merupakan seseorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa
dan raganya hanya kepada Allah SWT. Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan
pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan serta menjauhi segala
larangan-Nya.
Menunjukkan makna penyerahan
ini, Allah berfirman dalam al-Qur’an: (QS. 4 : 125)
“Dan siapakah yang lebih baik
agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang
diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan
Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”
Sebagai seorang muslim,
sesungguhnya kita diminta Allah untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita
hanya kepada-Nya.
Dalam sebuah ayat Allah
berfirman: (QS. 6 : 162)
“Katakanlah: “Sesungguhnya
shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.”
Karena sesungguhnya jika kita
renungkan, bahwa seluruh makhluk Allah baik yang ada di bumi maupun di langit,
mereka semua memasrahkan dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti
sunnatullah-Nya.
Allah berfirman: (QS. 3 : 83)
:
“Maka apakah mereka mencari
agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala
apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya
kepada Allahlah mereka dikembalikan.”
Oleh karena itulah, sebagai
seorang muslim, hendaknya kita menyerahkan diri kita kepada aturan Islam dan
juga kepada kehendak Allah SWT. Karena insya Allah dengan demikian akan
menjadikan hati kita tentram, damai dan tenang (baca; mutma’inah).
3.
Berasal dari kata
istaslama–mustaslimun : penyerahan total kepada Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah
berfirman (QS. 37 : 26)
“Bahkan mereka pada hari itu
menyerah diri.”
Makna ini sebenarnya sebagai
penguat makna di atas (poin kedua). Karena sebagai seorang muslim, kita
benar-benar diminta untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta
harta atau apapun yang kita miliki, hanya kepada Allah SWT. Dimensi atau
bentuk-bentuk penyerahan diri secara total kepada Allah adalah seperti dalam
setiap gerak gerik, pemikiran, tingkah laku, pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan,
kesusahan, kesedihan dan lain sebagainya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga
berbagai sisi kehidupan yang bersinggungan dengan orang lain, seperti sisi
politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya, semuanya
dilakukan hanya karena Allah dan menggunakan manhaj Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah
berfirman (QS. 2 : 208)
“Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.”
Masuk Islam secara keseluruhan
berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah dalam melaksanakan segala
yang diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang dilarang-Nya.
4.
Berasal dari kata ‘saliim’ (سَلِيْمٌ) yang berarti bersih dan suci.
Mengenai makna ini, Allah
berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 26 : 89):
“Kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Dalam ayat lain Allah
mengatakan (QS. 37: 84)
“(Ingatlah) ketika ia datang
kepada Tuhannya dengan hati yang suci.”
Hal ini menunjukkan bahwa
Islam merupakan agama yang suci dan bersih, yang mampu menjadikan para
pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat
mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
Karena pada hakekatnya, ketika Allah SWT mensyariatkan berbagai ajaran Islam,
adalah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan membersihkan jiwa manusia.
Allah berfirman: (QS. 5 : 6)
“Allah sesungguhnya tidak
menghendaki dari (adanya syari’at Islam) itu hendak menyulitkan kamu, tetapi
sesungguhnya Dia berkeinginan untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan
ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
5.
Berasal dari ‘salam’ (سَلاَمٌ) yang berarti selamat dan sejahtera.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (QS. 19 : 47)
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (QS. 19 : 47)
Berkata Ibrahim: “Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.”
Maknanya adalah bahwa Islam
merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan
kesejahteraan. Karena Islam memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada
setiap insan.
1.3
Secara Istilah
Pengertian Islam menurut istilah, (ditinjau
dari sisi subyek manusia terhadap dinul Islam), Islam
adalah ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para
nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga
sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan
yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
Definisi di atas, memuat
beberapa poin penting yang dilandasi dan didasari oleh ayat-ayat Al-Qur’an.
Diantara poin-poinnya adalah:
- Islam sebagai wahyu ilahi.
Mengenai hal ini, Allah berfirman QS.
53 : 3-4 :
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).”
- Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW)
Membenarkan hal ini, firman Allah SWT
(QS. 3 : 84)
“Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq,
Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para
nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka
dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.”
- Sebagai pedoman hidup
Allah berfirman (QS. 45 : 20):
“Al Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini.”
- Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW
Allah berfirman (QS. 5 : 49-50)
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki,
dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin?”
5.
Membimbing manusia ke
jalan yang lurus.
Allah berfirman (QS. 6 : 153)
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
- Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman (QS. 16 : 97)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
- Ciri Khas Dinul Islam -
1. Rabbaniyah
Dinul islam berarti sederhana yaitu
agama islam. Ciri khas dari dinul islam sendiri adalah rabbaniyah. Mengapa
disebut rabbaniyah. Karena dinul islam adalah agama yang datang langsung dari
Allah SWT. Dinul islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT.
Karena satu-satunya agama yang diakui dan diridhoi Allah SWT maka jelas akan
tujuan dinul islam adalah membuat seluruh umat manusia di muka bumi ini hanya
menyembah kepada Allah SWT saja. Tujuan ini juga dimuat jelas dalam surat
Adz-Zariat ayat 56.
2. Insaniyah Alamiyah
Yang dimaksud dari insaniyah alamiyah
disini adalah dinul islam bersifat kemanusiaan serta universal. Dinul islam diturunkan
untuk dianut semua kaum di muka bumi, tanpa terkecuali. Meskipun awalnya
ditujukan untuk masyarakat arab saja, dinul islam sebenarnya bersifat universal
dan bisa diterapkan pada seluruh kebudayaan di dunia.
3. Syumuliyah
Syumuliyah berarti lengkap. Tidak
seperti pada agama lain, dalam dinul islam seluruh aspek kehidupan sudah
ditetapkan. Dinul islam adalah agama paling lengkap di muka bumi ini. Bahkan
dalam hal pekerjaan baik kecil maupun besar sudah ditetapkan dan diterangkan
mengenai hukum-hukumnya.
4. Al-Basathah
Al-Basathah berarti mudah. Dinul islam
menghendaki kemudahan bagi seluruh pengikutnya. Dinul islam tidak membebani
pengikutnya bahkan dalam hal ibadah karena sudah disesuaikan dengan kemampuan
hambanya. Pada dasarnya, tidak ada kesulitan untuk mengerjakan kewajiban dan
ibadah dalam islam sedikitpun.
5. Al-Adalah
Al-Adalah berarti keadilan mutlak. Yang
dimaksud disini adalah dinul islam ajarannya mengajarkan manusia untuk mencapai
persaudaraan yang mutlak. Manusia dilarang saling menyakiti, mendzalimi, atau
melakukan hal buruk yang merugikan saudaranya. Manusia juga disarankan untuk
memaafkan segala perbuatan saudaranya yang telah menyakiti hati daripada balas
dendam. Islam adalah agama yang sangat cinta damai.
6. Tawazun
Tawazun berarti keseimbangan. Seorang
muslim haruslah bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan umum dan pribadi.
Tidak hanya itu saja, dinul islam juga mengajarkan bahwa sebaiknya seorang
muslim mampu menjaga keseimbangan antara badan dan jiwa, serta kepentingan dunia
dan akhirat. Janganlah seorang muslim berat pada salah satu bagian saja karena
akan merugikan diri sendiri.
“AQIDAH”
- Pengertian Aqidah -
Pengertian Aqidah secara bahasa (bahasa Arab) Aqidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti
ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang
kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu
biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat, at-tamaasuk(pengokohan)
dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai
arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian,
pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu"
"Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan
" ‘Uqdatun Nikah.
Allah ta’ala berfirman :
“Allah tidak
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu,
atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa
tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.
Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu
hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”. (Al-Maa-idah : 89)
Sedang secara teknis aqidah berarti
iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam
hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau
tersimpul di dalam hati.
Sedangkan menurut istilah Aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa
tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh
keraguan. Adapun aqidah menurut para ahli
seperti berikut :
-
M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab)
ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak
dapat beralih dari padanya.
-
Syaikh Mahmoud
Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut
pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu
keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi
oleh keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.
-
Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan
bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Dari uraian di atas kita dapat
menyimpulkan bahwa Aqidah dalam agama islam adalah keimanan yang teguh dan
bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan
taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari
Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani
seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma'(konsensus)
dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara
ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan
As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.
- Nama-nama Aqidah -
1. Al – Iman
Aqidah disebut juga dengan al Iman
sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur'an dan hadits -hadits Nabi saw, karena
'aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal - hal yang berkaitandengannya.
Sebagaimana penyebutan al?Iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebutdengan
hadits jibril as. Dan para ularna sering menyebut istilah 'Aqidah dengan al Iman
dalarnkitab - kitab mereka.
2. Aqidah (Itiqaad
dan 'Aqaa'id)
Para ularna juga sering menyebut ilmu
'Aqaa'id dan al'I'tiqaad.
3. Tauhid
Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena
pembahasannya berkisar seputar Tauhid ataupengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah,
Uluhiyyah dan Asma' wa Shifat. jadi, Tauhidmerupakan kajian ilmu 'Aqidah yang
paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karenaitulah ilmu ini disebut
dengan ilmu Tauhid.
4. As Sunnah
Disebut As Sunnah karena para
penganutnya mengikuti jalan yang diternpuh oleh Rasulullah danpara Sahabat ra,
di dalam masalah 'aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur
(populer)pada tiga generasi pertama.
5. Ushuluddin dan
Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun - rukun Iman, rukun
- rukun Islam dan masalah - masalah yang qath'i sertahal - hal yang telah
menjadi kesepakatan para ulama.
6. Al Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan
kebalikan dari al Fiqhul Ashghar, yaltu kumpulan hukum -hukum ijtihadi.
7. Asy Syari'ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang
telah ditetapkan oleh Allah saw, dan RasulNya berupa jalan - jalan
petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (dasar - dasar
agama).
- Sumber Aqidah Islam -
Jika kita menelaah tulisan para ulama
dalam menjelaskan akidah, maka akan didapati dua sumber pengambilan dalil
penting. Dua sumber tersebut meliputi :
1. Dalil
asas dan inti yang mencakup Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ para ulama.
2. Dalil
penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang telah
diberikan oleh Allah azza wa jalla.
Al-Quran Sebagai Sumber ‘Aqidah Al
Qur’an adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam melalui perantara Jibril. Di dalamnya, Allah telah menjelaskan segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia maupun
di akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk,
pedoman hidup bagi orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Keagungan lainnya adalah tidak akan
pernah ditemui kekurangan dan celaan di dalam Al Qur’an, sebagaimana dalam
firman-Nya :
“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Qur’an) sebagai
kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-Nya dan
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al An’am:115)
Al Imam Asy Syatibi mengatakan bahwa
sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya yang di
dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia
tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan di atas pundaknya, termasuk
di dalamnya perkara akidah.
Allah menurunkan Al Qur’an sebagai
sumber hukum akidah karena Dia tahu kebutuhan manusia sebagai seorang hamba
yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.
Bahkan jika dicermati, akan ditemui
banyak ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan tentang akidah, baik secara
tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika
kita mengetahui dan memahami akidah yang bersumber dari Al Qur’an karena kitab
mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq dan tidak
pernah sirna ditelan masa.
As Sunnah: Sumber
Kedua
Seperti halnya Al Qur’an, As Sunnah
adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah subhanahu wata’ala walaupun
lafadznya bukan dari Allah tetapi maknanya datang dari-Nya.
Hal ini dapat diketahui dari firman
Allah :
“Dan dia (Muhammad) tidak berkata berdasarkan hawa nafsu, ia
tidak lain kecuali wahyu yang diwahyukan” (Q.S An Najm : 3-4)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam
juga bersabda:
“Tulislah, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak
keluar darinya kecuali kebenaran sambil menunjuk ke lidahnya”. (Riwayat Abu
Dawud)
Dan firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S An Nisaa:59)
Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa
tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk juga mengambil sumber-sumber
hukum akidah dari As Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnul Qoyyim juga pernah
berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya sholAllahu
‘alaihi wassalam dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa
menaati Rasul wajib secara independent tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu
dengan Al Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak
akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.
Ijma’ Para Ulama
Ijma’ adalah sumber akidah yang berasal
dari kesepakatan para mujtahid umat Muhammad sholAllahu ‘alaihi wassalam
setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang
yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga memahami dan mengamalkan
ilmu.
Di dalam pengambilan ijma’ terdapat
juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam
masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al Qur’an dan Sunnah yang
shahih karena perkara akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui
kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran
dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang
dzoni sehingga menjadi qotha’i.
Akal Sehat Manusia
Selain ketiga sumber akidah di atas,
akal juga menjadi sumber hukum akidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti
bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan
kedudukannya. Termasuk pemuliaan terhadap akal juga bahwa Islam memberikan
batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak ke dalam
pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang
memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa.
Fitrah Kehidupan
Dalam sebuah hadits Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua
orang tuanyalah yang membuat ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R
Muslim)
Dari hadits ini dapat diketahui bahwa
sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menghamba kepada Allah. Akan
tetapi, bukan berarti bahwa setiap bayi yang lahir telah mengetahui rincian
agama Islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa, tetapi setiap
manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh
penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk
mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat dan kemampuan
yang sama
- Fungsi Aqidah -
Sebagai hal yang sangat fundamental
bagi seseorang, aqidah oleh karenanya disebut sebagai titik tolak dan sekaligus
merupakan tujuan hidup. Atas dasar itu maka aqidah memiliki peran yang sangat
penting di dalam memunculkan semangat peningkatan kualitas hidup seseorang.
Fungsi tersebut antara lain:
A. Akidah Dapat Menimbulkan Optimisme Dalam Kehidupan.
Sebab manusia yang di dalam dirinya tertanam akidah atau
keyakinan yang kuat, akan selalu merasa optimis dan merasa akan berhasil dalam
segala usahanya. Keyakinan ini didorong oleh keyakinan yang lain bahwa allah
sangat dekat padanya, bahkan selalu menyertainya dalam usaha dan
aktivitas-aktivitasnya.
B. Akidah Dapat
Menumbuhkan Kedisiplinan.
Disiplin dimaksud, seperti disebut oleh beberapa Ulama,
adalah kepatuhan dan ketaatan dalam mengikuti semua ketentuan dan tata tertib
yang berlaku, termasuk hukum alam (sunnah allah) dengan kesadaran dan tanggung
jawab. Akidah yang mantap akan mampu menempatkan diri seseorang sebagai makhluk
berdisiplin tinggi dalam kehidupanya. Disiplin adalah kata kunci untuk
keberhasilan. Karena itu bila seseorang muslim ingin berhasil, ia harus
berdisplin. Tanpa dsiplin, tidak munngkin seseorang dapat meraih kesuksesanya.
Dalam konteks peningkatan kualitas hidup displin sangat dituntut terutama:
1. Disiplin dalam waktu. Artinya,
tertib dan teratur dalam memanfaatkannya dalam penanganan kerja maupun dalam
melakukan ibadah mahdhah.
2. Disiplin dalam
bekerja. Artinya, seorang muslim yang berakidah menyadari bahwa ia harus
bekerja, sebagai pelaksanaan tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah. Dan agar
kerjanya berhasil baik, diperlukan sikap displin. Sebab penangan kerja dengan
kedisplinan akan menghasilkan sesuatu secara maksimal dan membahagiakan.
C. Aqidah
Berpengaruh Dalam Peningkatan Etos Kerja.
Sebab seseorang yang memilki keyakinan yang mantap akan
selalu berupaya keras untuk keberhasilan kerjanya, sebagai bagian dari
pemenuhan kataatanya pada Allah. Dengan demikian melalui aqidahnya akan tersembul
etos kerja yang baik yang tercermin dari ciri-ciri berikut ini:
1) Memiliki jiwa kepeloporan dalam menegakan kebenaran.
Kepeloporan disini dimaksud sebagai
mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain agar dapat
meningkatkan kualitas hidupnya. Jadi, ia memilki kemampuan untuk mengambil
posisi dan sekaligus memainkan peran (role) sehingga kehadiranya selalu
dirasakan memberikan spirit bagi munculnya semangat peningkatan kualitas hidup
setiap oran di sekitarnya.
2) Memiliki perhitungan (kalkulatif).
Setiap langkah dalam hidupnya selalu
diperhitungkan dari segala aspek, termasuk untung dan resikonya, dan tentu saja
sebuah perhitungan yang rasional.
3) Memiliki rasa iri yang mendalam pada perbuatan tidak
merasa puas dalam berbuat kebajikan.
Tipe muslim yang memilki aqidah yang
kaut akan tampak dari semangatnya yang tak kenal lelah melakukan berbagai
aktivitas untuk mencapai dan menegakan kebaikan. Sekali dia berniat, ia akan
menepati cita-citanya secara serius dan cermat, serta tidah mudah menyerah bila
berhadapan dengan cobaan dan rintangan. Dengan semangat semacam ini seorang
muslim selalu berusaha mengambil posisi dan memainkan peranan positif, dinamis,
dan keratif dalam penanganan kerjanya, dan memberi contoh kepada orang yang
disekitarnya.
“SYARIAT”
-
Pengertian -
Syariat
Islam adalah hukum dan aturan Islam
yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan
aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini.
Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh
dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Terkait dengan susunan tertib syariat, Al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
yang berbunyi :
“Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS Al Azhab 73:33)
Mengajarkan bahwa
sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah
memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan
mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat dipahami bahwa
jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan
ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu.
Pemahaman makna ini didukung oleh ayat Al Qur'an dalam Surat Al Maidah (QS
5:101) yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah. Yang
berbunyi :
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika
diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di
waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah
mema`afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun” (QS 5:101).
Dengan demikian,
perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada
Allah SWT itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut
sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk
dalam kategori Furu' Syara'.
Asas Syara'
Yaitu perkara yang
sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Qur'an atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al
Qur'an itu asas pertama Syara' dan Al Hadits itu asas kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat
umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW
hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan
darurat.
Keadaan darurat dalam
istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat
Islam tidak mentaati Syariat
Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri
secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak
diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak
berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada
ketentuan syariat yang berlaku.
Furu' Syara'
Yaitu perkara yang
tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al'quran dan Al Hadist.
Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat
menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah
kekuasaanya. Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga
disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Pengertian Syariah secara
istilah
mempunyai dua makna, pertama makna umum dan kedua makna khusus. Makna pertama adalah
agama, yaitu apa-apa yang Allah tetapkan untuk hamba-hamba-Nya dan mengutus
utusan dengan kitab-kitab untuk menyampaikannya dan untuk menunjukkan manusia
kepada kebaikan akhlak, muamalah dan dalam hubungan dengan Sang Pencipta. Dengan
makna ini, syariah bermakna agama secara keseluruhan yang mencakup dasar dan
bagian-bagiannya.
Sebagaimana firman
Allah :
"Dia telah
mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya)." (QS Asy-Syura : 13)
Setiap nabi dan rasul
di perintahkan untuk menegakkan agama Allah, yaitu menegakkan tauhid dengan meng-esa-kan
Allah dan dengan ini, maka syariah berarti dasar agama.
Makna kedua adalah makna
yang khusus, yaitu hukum-hukum syariah amaliyah (fiqih). Dengan makna ini,
syariah di sebut untuk bagian-bagian agama yang termasuk di dalamnya
masalah-masalah ibadah. Dengan makna ini juga berarti syariah tidak sama dengan
syariah yang lainnya. Allah berfirman :
"Dan Kami telah
turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[1] terhadap
kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu[2],
Kami berikan aturan dan jalan yang terang." (QS Al-Maidah : 48)
Dan agama berarti
hukum-hukum dan aturan-aturan. dan hukum syariah di bagi menjadi tiga: Hukum
Syariah I'tiqadiyah (Tauhid), Hukum Syariah Akhlaqiah (Tahdzib), dan Hukum
Syariah Amaliyah (Fiqih).
- Sumber Hukum Islam -
1. Al Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat
Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (QS Saba
34:28). Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al Qur'an disebut juga sebagai
sumber pertama atau asas pertama Syara'.
(QS Saba 34:28) Berbunyi :
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
(QS Saba 34:28)
Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir
yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia.
Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi
Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
2. Al Hadist
1. Hadits Hasan 2. Hadits Shaheh 3.
Hadits Dhaif 4. maudu'
3. Ijtihad
Ijtihad adalah
sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist.
Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad SAW wafat sehingga tidak bisa langsung
menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum. Namun, ada hal-hal ibadah tidak
bisa di ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad, antara lain :
A. Ijma, kesepakatan
para-para ulama
- AL QUR'AN, merupakan Kitab Suci yang Oleh Pemeluknya
dianggap sebagai 'Suara Tuhan' yang dituliskan.
- Al HADIS, merupakan Kumpulan yang Khusus memuat
'Ucapan-ucapan nabi Muhammad' dan 'Cerita-cerita tentang Nabi Muhammad'.
- Pembagian Syariat Islam -
Hukum yang diturunkan melalui Nabi
Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid,
yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar
keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi
keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah
swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di
dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu
tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa.
Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan
mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi
janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh,
yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan
hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama,
ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan
Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat.
Contoh ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu
bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan
sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).
- Tujuan Syariat Islam -
Menurut buku “Syariah dan Ibadah”
(Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah dari Universitas Islam
Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam,
yaitu:
1. Memelihara
kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman
orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan
akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti
ayat Al-Quran:
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya
ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka Allah SWT telah membuat
peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa
syirik maupun murtad akan ditumpas.
2. Memelihara
jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang.
Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash yang merupakan suatu bentuk hukum
pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh, seseorang
yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah
menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal.
Dengan demikian seseorang akan takut
melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada
yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS Al-Baqarah [2]:
178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika
si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah
dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
3. Memelihara
akal (Hifzh al-’aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan
Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat
Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu
cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari khamar
(minuman keras) dan judi.
4. Memelihara keturunan
dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan,
dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja
yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi
5. Memelihara harta
benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para
pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had,
yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha
Bijaksana” (QS Al-Maidah [5]:
38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan
semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang sangat kuat sebelum
diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong
tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya.
Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk
mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para
koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya,
tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan
menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai
tindak pencurian.
“AKHLAK”
- Pengertian Ahlak -
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang
baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal
dari bahasa Arab yang
berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Dalam Encyclopedia
Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik-buruk, seharusnya benar-salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu,
selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.
Akhlak menempati
posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia dengan takwa merupakan'buah' pohon
Islam yang berakarkan akidah, bercabang dan berdaun syari'ah.
Pentingnyakedudukan akhlak, dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah
dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Diantaranya adalah:
Akhlak Nabi Muhammad, yang diutus
menyempurnakan akhlak manusia itu, disebut akhlak Islami karena bersumber
dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam Al-Qur'an yang menjadisumber utama
ajaran Islam.
- Pembagian Akhlak -
Secara garis besar
akhlak dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
Akhlak Al-Karimah ( Mahmudah )
Akhlak Al-Karimah
yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah yang dapat membawa
nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan ummat. Adapun yang tergolong
kepada akhlak al-karimah atau akhlak yang mulia di antaranya :
1. Benar atau jujur
Benar atau jujur
termasuk golongan akhlak al-karimah. Benar artinya sesuainya sesuatu dengan
kenyataan yang sesungguhnya, dan ini tidak saja berupa perkataan tetapi juga
perbuatan. Dal;am bahasa arab benae atau jujur di sebut siddik (صِدِيْقٌ ), lawan dari kizbu
(كِدْبُ)
yaitu bohong atau dusta
2. Ikhlas
Ikhlas adalah murni
atau bersih, tak ada campuran, ibarat emas, ialah emas tulen, bersih dari segala
macam campuran yang lain seperti: perak dan lain sebagainya. Maksud bersih
disini ialah bersihnya sesuatu pekerjaan dari campuran motif-motif yang selain
Allah, seperti ingin di puji orang, ingin mendapat nama dan lain sebagainya.
Jadi, sesuatu pekerjaan dapat di katakan ikhlas, kalau pekerjaan itu di lakukan
semata-mata karena Allah saja, mengharap ridhonya dan pahalanya
3. Qona’ah
Qona’ah ialah
menerima dengan rela apa yang ada atau merasa cukup dengan apa yang dimiliki.
Qona’ah dalam pengertian yang luas sebenarnya mengandung lima perkara:
a. Menerima dengan rela apa yang ada
b. Memohon kepada tuhan tambahan yang
pantas, disertai dengan usaha atau ikhtiar
c. Menerima dengan sabar ketentuan
tuhan
d. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia
4. Malu
Malu ialah perasaan undur
seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia
tercela. Adakala ia malu kepada dirinya sendiri, atau kepada orang lain, atau
adakala juga malu kepada Allah. Ketiga macam ini lebih-lebih malu kepada Allah
merupakan sendi keutamaan dan pokok dasar budi pekerti yang mulia, sebab dengan
adanya malu kepada Allah orang tidak akan berani durhaka kepada Allah dengan
melanggar segala larangannya serta mengabaikan perintah-perintahnya, baik
sewaktu dilihat orang maupun tidak.
Akhlak Mazmumah
Akhlak mazmumah yaitu
akhlak yang tidak dalam kontrol ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang
berada dalam lingkaran syaithoniyah dan dapat membawa suasana negatif serta
destruktif bagi kepentingan umat islam Macam-macam akhlak mazmumah.
Ø
Bohong atau dusta
Bohong atau dusta
adalah pernyataan tentangn suatu hal yang tidak cocok dengan kenyataan yang
sesungguhnya, dan ini tidak saja menyangkut perkataantetapi juga perbuatan.
Dalam pandangan agama, dusta adalah suatu hal yang sangat terkutuk dan tercela,
ia merupakan pokok dan induk dari bermacam-maacm akhlak yang buruk, yang tidak
saj amerugikan masyarakat pada umumnya tetapi juga merugikan orang itu sendiri.
Ø
Takabbur
Takabbur ialah salah
satu diantara akhlak yang tercela pula. Arti takabbur ialah merasa atau mengaku
dirinya besar, tinggi atau mulia, melebihi orang lain, pendek kata merasa
dirinya serba hidup. Sikap yang demikian berakibat dia tidak tahu dirinya,
sukar menyadari kelemahan atau kesalahan dirinya, dan kelebihan atau kebenaran
orang lain, karena itu Nabi SAW barkata: الْكِدب تَطَرُ
الْحَقِ وَ
غَظَمُ
النَاسِ “Takabbur itu ialah menolak kebenaran dan menghinakan orang
lain” ( HR. Muslim )
Ø
Dengki
Dengki atau kata
arabnya “hasad” jelas termasuk akhlak mazmumah. Dengki itu ialah rasa atau
sikap tidak senang atas kenikmatan yang di peroleh orang lain dan berusaha
untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud
supaya kenikmataan itu berpindah ketangan sendiri atau tidak
- Akhlak Baik Terhadap Allah SWT , Orang tua ,
Sesama manusia Dan Lingkungan -
A. Akhlak Baik Terhadap Allah SWT
Ø
Beribadah kepada Allah, yaitu
melaksanakan perintah Aalh untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya.
Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukan terhadap perintah Allah.
Ø
Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat
Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun
dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
Ø
Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa
saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan
akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan
kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam
sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena
itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu
secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a
adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena
itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai
Allah.
Ø
Tawakal kepada Allah, yaitu berserah
diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat
dari suatu keadaan.
Ø
Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati
di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang
Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong,
tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada
Allah.
B. Akhlak baik terhadap orang tua
Salah satu ajaran paling
penting setelah ajaran Tauhid adalah berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan,
menurut pendapat banyak ulama, ajaran berbakti kepada kedua orang tua ini
menempati urutan kedua setelah ajaran menyembah kepada Allah S.w.t. Dalam
Al-Qur’an disebutkan:
“Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia” (Q,
s. al-Isra’ / 17:23)
Ada tiga
kelompok yang disebut orang tua dalam ajaran Islam. Pertama, “الأب
الذي
ولدك“ : bapak-ibu
yang melahirkan, yaitu bapak-ibu kandung. Kedua, “الأب
الذي
زوجك“ : bapak-ibu yang mengawinkan, yaitu bapak-ibu mertua. Ketiga,
“الأب
الذي
علمك“ : bapak-ibu yang mengajarkan, yaitu bapak-ibu guru. Ketiga
kelompok inilah yang diwajibkan atas kita untuk menghormati dan berbuat baik
kepadanya.
C. Akhlak baik terhadap sesama manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan
Al-Qur'an berkaitan dengan perlakuan sesama manusia. Petunjuk dalam hal ini
bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative seperti membunuh,
menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, tetapi juga
sampai kepada menyakiti hati dengan cara menceritakan aib sesorang dibelakangnya,
tidak perduli aib itu benar atau salah. Dalam hal ini Allah berfiman dalam
Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 263 yakni:
"Perkataan yang baik dan pemberian ma'af, lebih baik
dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerimanya),
Allah Maha Kaya Lagi Maha Penyantun” (al-Baqarah :263)
Di sisi lain Al-Qur'an menekankan bahwa
setiap orang hendaknya didudukan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain
tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan
adalah ucapan yang baik, hal ini dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 24 yakni :
"Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka
menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjaka (An-Nur :
24). “
D.
Akhlak baik terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah
segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun
benda-benda yang tidak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan
al-Qur'an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan
manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan,
serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak
dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar,
karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai
tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut mampu
menghormati proses yang sedang berjalan, dan terhadap proses yang sedang
terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertangung jawab, sehingga ia tidak
melakukan perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada
diri manusia itu sendiri.
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan
benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh Allah SWT, dan menjadi
milik-Nya, serta kesemuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini
mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semunya adalah
"umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
“THAHARAH”
- Pengertian -
Kata Thaharah berasal dari kata bahasa
arab yakni طهارة , kata thaharah memiliki makna bersuci. Sementara bila
ditinjau dari segi istilah, thaharah artinya kegiatan mensucikan diri dari hadas
dan najis yang dapat membatalkan ibadah. Adapun kegiatan bersuci yang sedang
kita bicarakan ini adalah mensucikan diri dari najis, baik yang menempel pada
badan kita, baju atau pakaian kita, maupun tempat dimana kita hendak
melaksanakan ibadah.
Sedangkan bersuci dari hadas adalah
mensucikan diri kita dari hadas besar maupun hadas kecil. Hadas besar bisa
berupa keluar air mani bagi laki-laki dan bila bagi perempuan adalah selesainya
seorang wanita dari masa haid atau nifas. Sementara hadas kecil adalah bila
seseorang mengeluarkan angin dari dubur.
- Thaharah Dari Hadats -
Thaharah dari hadats ada tiga macam
yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air
mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk tayammum.
A.
WUDHU
Menurut bahasa wudhu adalah perbuatan
menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah
perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan
setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan
dengan keadaan berhadats. Dalil-dalil wajib wudhu’:
Hadits
Rasul SAW :
“Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai
Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu
Daud, dan Tirmizi ).
Dalam Q.S. Al-maidah
: 6 Allah beriman :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Berdasarkan ayat di atas, maka fardu wudhu ada enam perkara berikut :
a.
Niat.
Ialah berniat dalam hati ketika
membasuh sebahagian muka.membaca lafaz adalah sunat. Lafadznya ialah sebagai
berikut:
“ Sengaja aku berwudhu untuk mengangkat
hadas yang kecil kerana Allah Taala”
b.
Membasuh muka
Yaitu membasuh dari sekeliling tempat
tumbuhnya rambut kepala hinggga ke bawah dagu dan dari telinga kanan hingga ke
telinga kiri.
c.
Membasuh kedua tangan
hingga kesiku dimulai dengan tangan kanan kemudian tangan kiri.
d.
Membasuh atau
menyapuh sebahagian dari kepala. Sekurang-kurangnya membasahkan 3 helai rambut
dikepala.
e.
Membasuh kedua kaki
hingga ke buku lali dimulai dari kaki kanan kemudian kaki kiri.
f.
Tertib yaitu
melakukan wudhu mengikut turutan dan berturut-turut.
Syarat-Syarat Wudhu
Adapun syarat-syarat wudhu adalah
sebagai berikut :
a. Beragama ilslam
b. Mumaiyiz yaitu seseorang yang telah
dapat membedakan antara yang bersih dengan yang kotor.
c. Suci dari haid dan nifas
d. Dengan air yang suci lagi menyucikan
e. Tidak ada sesuatu yang dapat
menghalang air sampai kekulit (anggota wudhu) seperti getah, minyak dan
sebagainya
f. Mengetahui yang mana wajib dan yang
mana sunat
Sunat-Sunat Wudhu
Sunat-sunat wudhu ialah sebagai berikut
:
a. Membaca Bismillah.
b. Membasuh kedua tangan sehingga ke
pergelangan tangan.
c. Berkumur-kumur.
d. Memasukkan air kehidung.
e. Menyapu seluruh kepala.
f. Menyapu air kedua-dua telinga luar
dan dalam.
g. Membasuh tiap-tiap anggota wuduk
tiga kali.
h. Tidak bercakap-cakap ketika
berwudhu.
i. Bersikat gigi.
j. Membaca doa selepas berwudhu.
Perkara-Perkara Yang Membatalkan Wudhu
a. Keluar sesuatu dari dua jalan yaitu
qubul dan dubur seperti kentut, kencing dan sebagainya.
b.
Hilang ingatan dengan sebab gila atau pitam atau tidur yang tidak tetap
kedudukannya.
c.
Bersentuh kulit antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrimnya.
d. Menyentuh kemaluan dengan telapak
tangan atau perut anak jari. Entah kemaluan sendiri atau orang lain.
B.
TAYAMMUM
Tayammum ialah
menyapu tanah dengan kedua tangan hingga ke siku dengan beberapa syarat
tertentu. Tayammun adalah sebagai ganti wudhu atau mandi wajib khususnya bagi
mereka yang tidak boleh menggunakan air kerana sebab-sebab tertentu yaitu uzur
kerana sakit yang tidak boleh terkena air, tiada air atau ada air yang cukup
untuk minum saja.
Syarat-syarat Tayammum
a. masuk waktu solat sedangkan air tidak ada,
b. tidak ada air walaupun sudah berusaha mencarinya,
c. tanah suci dan berdebu,
d. menghilangkan najis dari badannya dengan beristinja’ sebelum
bertayammum.
Rukun Tayammum
a. berniat,
b. menekankan kedua tapak tangan ke atas bedu yang suci,
c. menyapu muka dengan debu tadi,
d. menekan kedua telapak tangan ke atas debu sekali lagi
kemudian menyapu dua tapak tangan sampai kesiku,
e. tertib.
Sunnat Tayammum
Sunnat-sunnat
tayammum adalah sebagai berikut :
a. Membaca Basmalah,
b. Mengadap kiblat,
c. Mendahului menyapu anggota kanan,
d. Mengejakan dengan berturut-berturut.
Perkara yang Membatalkan Tayammum
Perkara
yang bisa membatalkan tayammum adalah sebagai berikut :
a. semua perkara yang membatalkan wudhu,
b. mendapatkan air sebelum memulakan sholat (bagi orang yang
tidak uzur),
c. apabila orang yang uzur boleh menggunakan air.
C. MANDI WAJIB atau
MANDI JUNUB
Mandi junub ialah
mandi yang wajib dilakukan untuk mengangkat hadas yang besar setelah berlaku
salah satu daripada sebab-sebab yang menyebabkan wajibnya mandi wajib seperti
bersetubuh, nifas, dan lain-lain.
Sebab-sebab Wajib Mandi :
a.
melakukan persetubuhan yaitu memasukkan kepala hasafah ke dalam faraj meskipun
tidak keluar air mani,
b. keluar
air mani walaupun tidak bersetubuh,
c.
mati kecuali mati syahid,
d.
suci daripada haid. Apabila seseorang perempuan telah suci daripada haidnya
maka wajiblah dia mandi dengan segera,
e.
suci dari darah nifas iaitu darah yang keluar sesudah melahirkan anak.
f.
Wiladah yaitu melahirkan anak.
Rukun Mandi Junub :
a. Niat.
b.
menghilangkan semua najis daripada anggota badan,
c. meratakan
air ke seluruh badan.
Sunah-sunnah Mandi Junub :
a. membaca
bismillah,
b.
mencuci faraj dan dubur dengan air bersih,
c. kalau
ada najis ditubuh badan hendaklah dibersihkan terlebih dahulu,
d. sunnah
berwudhu,
e.
menjirus air ke badan dimulakan dari sebelah kanan.
Perkara-Perkara yang Dilarang Bagi Orang yang Berhadas Besar
:
a. mengerjakan
solat, termasuk juga sujud syukur, sujud tilawah, membaca khutbah jumaat,
b.
melakukan tawaf di Baitullah,
c. menyentuh
dan membaca al-Quran,
d.
berhenti di dalam masjid atau berulang-alik di dalamnya,
e.
berpuasa dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar